Senin, 14 Juli 2008

Pengembangan energi alternatip di NTT dalam kerangka memperlambat pemanasan global dan perubahan iklim, perlukah ?

Meski media terus menggaungkan masalah climate change atau perubahan iklim, namun hanya sedikit Pemda yang tertarik dengan isu ini. Mungkin karena dampak yang ditimbulkan tidak menyebabkan kerusakan besar, seketika dan dasyat seperti tsunami atau gempa bumi. Selain itu proses terjadinya perubahan iklim terjadi dalam kurun waktu yang panjang, sehingga persoalan perubahan iklim masih dianggap bukan persoalan yang mendesak/urgent yang membutuhkan tindakan segera.

Hal ini diperparah dengan kebiasaan pejabat dan masyarakat kita yang lebih cenderung reaktif daripada proaktif. Maka lengkaplah sudah penderitaan rakyat kecil, lemah dan miskin yang sementara ini didera dengan kenaikan harga sembako akibat BBM naik dua kali dalam pemerintahan SBY-Kalla, ditambah kecenderungan terjadinya kolusi dan nepotisme antara pengusaha dan penguasa yang cenderung mengarah ke bentuk negara kleptorasi yang penuh pencuri baik yang kasat mata maupun yang berdasi dan kelas tinggi (KKN).

Akibatnya rakyat kecil, lemah dan miskin meskipun telah terkendala dalam hal modal, teknologi dan informasi.harus siap-siap secara sendirian menghadapi perubahan iklim yang akan berdampak pada kehidupannya di banyak sektor baik pangan, kesehatan, ekonomi dll
Mitigasi dan Adaptasi
Dalam sebuah artikel berjudul Sektor Pertanian dan Perikanan Paling Rasakan Dampak Perubahan Iklim yang diakses dalam situs Jakarta’s Enviromment Parliament Wacth http://www.epwjakarta.org/index.php?option=com_content&task=view&id=6&Itemid=1Disampaikan bahwa sektor pertanian dan perikanan merupakan sektor yang paling merasakan dampak perubahan iklim. Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Dra Mesnellyarti Hilman MSc saat tampil sebagai pembicara sosialisasi perubahan iklim
Meski dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, namun bukan berarti tak ada jalan lain, tapi setiap individu atau masyarakat bisa mengambil peran dalam meminisir dampak dari perubahan iklim melalui upaya adaptasi dan mitigasi.
Dijelaskan, adaptasi dilakukan penyusuaian dengan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi resiko dampak perubahan iklim melalui perubahan pola pembangunan,”Di Negara seperti Pakistan sudah dilakukan antisipasi didaerah di pesisir dengan cara membangun pemecah gelombang air laut. Demikian juga di Cina, tanaman mangrove dijadikan sebagai penahan gelombang tzunami. Ini sudah terbukti saat terjadi tzunami di di Aceh,”ungkapnya.
Posisi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dan merupakan negara kepulauan menjadikan Indonesia sangat rawan terhadap efek perubahan iklim.”Kita sangat rentan terhadap perubahan iklim. Masalah yang dihadapi adalah peralatan perkiraan cuaca masih minim di Indonesia,”paparnya.
Secara sederhana adaptasi lingkungan dilakukan dengan membiasakan diri menaman pohon dan hindari menebang pohon terutama di daerah berbukit agar tidak terjadi tanah longsor dan diharapkan keberadaan pohon tersebut bisa menyerap polusi udara, budayakan hidup bersih dengan cara membuang sampah pada tempat yang telah disediakan.
Selain itu, upayakan membuat sumur resapan atau bak untuk menampung air hujan, serta menghindari daerah pemukiman di lereng bukit. Bagi pelaut, petani dan yang akan melakukan perjalanan jarak jauh, carilah informasi ramalan cuaca dan musim sebelum beraktifitas.
Sedangkan kegiatan mitigasi dilakukan sebagai salah satu upaya menurunkan efek gas rumah kaca sehingga dapat memperlambat laju pemanasan global. Yang bisa dilakukan untuk meredam laju kenaikan suhu bumi yaitu melalui pengembangan etika hemat energi dan ramah lingkungan. (cetak miring dan tebal oleh penulis)
Tidak konsumtif, mengurangi dan mengelola sampah, pengelolaan hutan secara berkelanjutan, menekan terjadinya kerusakan dan kebakaran hutan. Di sektor transportasi dilakukan dengan cara efisiensi penggunaan transportasi misalnya pemakaian kendaraan bermotor yang boros bahan bakar hendaknya semakin dikurangi yang juga dibarengi dengan upaya perancangan peraturan secara ketat untuk mengurangi pencemaran udara dalam berbagai bentuk..
Upaya lainnya adalah penghematan pemakaian listrik konsumsi rumah tangga perlu terus diupayakan terutama bila pembangkit listriknya mempergunakan bahan bakar diesel/batu bara.
Saat belanja, pilih produk dengan kemasan minimal untuk mengurangi sampah, dan bawahlah tas belanja sendiri agar meminimalkan penggunaan kantong plastik. Sebagai konsumen, kita harus kritis melakukan penolakan untuk mepergunakan barang konsumsi dan peralatan yang masih mempergunakan Kloroflourkarbon (CFC) dalam produknya karena saat kita memakainya tak ubahnya kita menyediakan tali untuk menjerat leher kita sendiri dimasa mendatang karena CFC merusak lapisan ozon. CFC adalah sekelompok gas buatan yang diperkenalkan oleh General Motors, perusahaan mobil Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Bahan CFC banyak dijumpai pada peralatan pendingin (Kulkas, AC) serta tabung penyemprot parfum.
Serta menggiatkan pelestarian hutan dan reboisasi, karena keberadaan hutan ternyata berfungsi luar biasa dalam menyerap gas CO2 sehingga dapat memperlambat penimbunan gas-gas rumah kaca. Dalam kesempatan tersebut, Nelly mengharapkan agar organisasi profesi dan LSM yang hadir dalam pertemuan bisa mengambil peran dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.”Guru sangat berpotensi untuk merubah budaya, perilaku, dan kebisaan murid. KLH mengembangkan pelatihan untuk guru-guru juga masih punya bahan-bahan berupa dongeng-dongeng khas, demikian juga profesi lainnya bisa mengambil peran sesuai potensi masing-masing dalam kampanye perubahan iklim,”harapnya.
Kepekaan pembuat kebijakan publik

Tidak semua hal harus dan bisa dilakukan secara bersamaan karena terbatasnya SDA dan SDM, sehingga dibutuhkan prioritas dalam pembangunan NTT, demikian yang sering disampaikan dalam setiap pernyataan pejabat ketika berhadapan dengan permintaan rakyat miskin dalam kunjungan turbanya ke daerah..

Dalam momentum terpilihnya pemimpin baru NTT, diharapkan suara rakyat yang menjerit meski lirih harus dan terus mendapat perhatian.

Salah satu bidang yang perlu ditangani secara serius di NTT adalah tersedianya energi yang murah namun ramah lingkungan bagi rakyat miskin.

Kita semua tahu konsumsi energi rakyat miskin memang masih relatip paling rendah namun sangat berpotensi merusak lingkungan seperti penggunaan kayu bakar dari hasil menebang pohon untuk konsumsi dapur rumah tangganya dan minyak tanah untuk penerangan.Disamping itu jumlah rakyat miskin di NTT cukup besar mengakibatkan potensi sumbangan perilaku rakyat miskin terhadap pemanasan global dan perubahan iklim tidak dapat diabaikan begitu saja.

Menjadi kewajiban Pemda (Tk I, Pemkab dan Pemkot) untuk memikirkan penyediaan energi alternatip yang murah namun ramah lingkungan sehingga mampu menyumbang terhadap pengurangan dampak pemanasan global dan perubahan iklim.

Disini kepekaan pejabat publik baik eksekutip maupun legislatip diuji, apakah pengalokasian dana APBD akan berpihak rakyat miskin atau sebaliknya lebih untuk membeli segala keperluan dirinya seperti mobil dinas, laptop, SPJ dll?

Kita dapat mengamati, betapa banyak potensi energi alternatip seperti biogas (dari kotoran ternak dan manusia), energi angin, energi surya, panas bumi dll di NTT.
Namun selama ini kita belum melihat kesungguhan Pemda untuk mengalokasikan sejumlah dana dalam APBD untuk penyediaan perangkat penerangan untuk rakyat mskin seperti PLTS (Pembangkit listrik Tenaga Surya), pemasangan kincir angin untuk sumber energi, teknologi pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas (untuk memasak dan penerangan rumah ) dll.

Ketika Pemkot di Jawa mencanangkan konversi minyak tanah dengan gas elpiji dikalangan masyarakat untuk mengurangi subsidi BBM yang melambung, maka seharusnya Pemda NTT juga tidak ketinggalan mencanangkan pemanfaatan biogas dari kotoran sapi karena NTT terkenal dengan gudang ternak sapi.
Selain ramah lingkungan dan hemat, pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas berdampak pada dikandangkannya ternak sapi sehingga tidak lagi menjadi hama yang memakan tanaman produksi dan dampak lanjutannya program pertanian dapat berjalan dan berhasil karena tanpa gangguan.

Manfaat tambahan lainnya kotoran sapi sisa dari proses produksi biogas dapat berfungsi menjadi pupuk organik yang selain dapat memperbaiki steruktur tanah, menambah kesuburan tanah, yang tak kalah penting untuk daerah semi arid seperti NTT adalah meningkatnya kemampuan mengikat air sehingga air dapat tersimpan dalam waktu yang cukup lama, menambah kelembaban tanah serta mampu menyimpan air lebih banyak. Kita semua tahu, salah satu masalah krusial dalam area semi arid adalah curah hujan yang banyak dalam kurun waktu singkat sehingga penambahan bahan organik dari pemanfaatan kotoran sapi akan sangat berarti dalam membantu memanen air.

Apalagi jika ada kesungguhan dari para pejabat publik untuk membantu pendanaan yang cukup dalam memanen air seperti pembuatan Bak PAH (Penampung Air Hujan), Embung, Chek dam, penegmbangan saluran irigasi dll.

Dengan pengembangan energi biogas baik untuk kompor dalam memenuhi konsumsi rumah tangga maupun untuk penerangan rakyat miskin, maka efek dominonya selain sapi dikandangkan adalah meningkatnya kesuburan lahan yang akan berakibat meningkatnya produksi pangan seperti jagung melalui teknologi sederhana “olah lubang” sehingga meningkatkan ketahanan pangan dari sisi ketersediaan produksinya.

Memang dibutuhkan dana bergulir untuk memberi kredit sapi pada rakyat miskin yang tidak mudah dilakukan karena pasti ada keraguan apakah akan kembali atau hilang begitu saja. Disini dibutuhkan kecerdasan dan keberanian dari para pejabat publik untuk tetap mempercayai rakyat miskin untuk keluar dari kemiskinannya namun sekaligus memberi pendampingan yang cukup intensip sehingga kesalahan seperti yang pernah terjadi di masa lalu tidak terulang kembali.

Masalah yang dihadapi rakyat miskin, selain kekurangan modal dan informasi adalah belum berubahnya mindset/pola pikir yang cenderung belum cerdas secara finansial, minimnya jiwa wirausaha , sikap hidup boros dan berjiwa kolot karena terbatasnya akses informasi. Perlu ada pendampingan yang mampu merubah mindset tersebut melalui berbagai startegi baru dalam proses pemberdayaan rakyat miskin. Untuk itulah kita semua para-pihak (stakeholder) baik dari kalangan intelektual, jurnalis , bisnis dan pejabat publik dll terpanggil untuk bersama rakyat miskin merubah keadaan melalui penyadaran dan kebersamaan dalam mencari solusi menuju sejahtera.

Selamat berkarya untuk semua pihak yang peduli pada kemajuan NTT, dan selamat untuk Nahkoda baru NTT dalam mewujudkan Visi, Misi dan janjinya pada saat kampanye.


YBT Suryo Kusumo

tony.suryokusumo@gmail.com
www.adikarsaglobalindo.blogspot.com
www.adikarsagreennet.blogspot.com

Tidak ada komentar: