Rabu, 05 November 2008

Sulit Air Krisis yang Tak Dianggap

Minggu, 20 Juli 2008
Satu-persatu orang mulai merasakan krisis air. Namun krisis itu tetap saja masih tak dianggap. Padahal kini air sudah mulai diperjual belikan. Harganya memang masih rendah, namun ke depan kemungkinan juga akan melambung seperti halnya minyak. Jika waktu itu tiba, maka dampaknya lebih mengerikan dari krisis minyak dan gas. Tak ada jalan lain, krisis air harus ditanggapi secara serius dari sekarang.
Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andi-noviriyanti@riaupos.co.id Alamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya

Hari itu, awal pekan, minggu kedua Juli. Johanes Sinaga (48) berkeluh kesah kepada Riau Pos. Gara-gara air sumur bor yang ada di rumahnya keluar bak air kencing. “Air yang keluar itu seperti air kencing saja. Angin saja yang banyak,” ungkap pria yang sudah enam tahun ini bertempat tinggal di Jalan Kereta Api, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai.“Sudah dua pekan ini kami susah air. Istriku sudah mengeluh saja. Terpaksa berhemat-hemat air. Baru sekali ini pula, seperti itu. Padahal sebelumnya tidak pernah. Sekali pun kemarau panjang,” ungkap ayah lima anak ini melanjutkan ceritanya. Dia ingat, dulu ketika tidak hujan selama empat bulan berturut-turut, air sumur bornya tetap saja lancar. Bahkan ketika jalan di depan rumahnya sudah berdebu-debu, dia masih punya banyak air untuk menyiram jalan tersebut. Dia mengaku benar-benar tidak habis pikir mengapa sumur bornya tidak lagi lancar mengeluarkan air. “Tak mungkin pompa saya yang rusak. Tetangga-tetangga saya juga kekeringan saat ini,” lanjutnya menjawab pertanyaan Riau Pos yang menduga bahwa pompa Johanes-lah yang rusak. Johanes juga mengelak dugaan bahwa sumur bornya mungkin terlalu dangkal. Dia menyebutkan kedalaman sumur bornya sudah 24 meter. Saat dugaan itu juga ditolak, dugaan dilanjutkan penyebab kekeringan itu adalah tidak adanya daerah hijau atau pepohonan di sekitarnya. Akibatnya air hujan yang ada hanya menjadi air aliran permukaan dan tidak singgah di dalam tanah. Dugaan tidak ada pohon sebagai penyebabnya tidak dibantah Johanes. Menurutnya hal itu bisa terjadi mengingat daerah di sekitarnya kini merupakan kawasan padat penduduk. Kondisi itu diperparah lagi dengan alih fungsi kawasan di tempatnya yang dulu rawa kini menjadi kawasan perumahan. “Bisa jadi juga penyebabnya karena ada kanalisasi di kawasan perumahan saya. Jadi air yang dulu banyak berkumpul di rawa mengalir semua ke kanal dan kawasan menjadi kering,” tambah Johanes memperkirakan kemungkinan lain penyebab kekeringan di rumahnya. Melyati (32), seorang warga di Jalan Kereta Api lainnya yang ditanyai Riau Pos juga mengemukakan dugaan yang sama terhadap penyebab kekeringan di kawasannya. Walaupun setakat ini dia belum merasakan krisis air seperti yang dihadapi Johanes.“Dulu kawasan ini sering banjir, tetapi sejak ada kanal jadi tidak banjir lagi. Tetapi konsekwensinya air menjadi sulit,” urainya.Melyati juga mengakui kalau dulu di kiri kanannya banyak kebun penduduk. Tetapi kini sudah menjadi areal perumahan. Hanya beberapa areal saja, tambahnya, yang saat ini belum dibangun.Satu-persatu orang mulai diperkenalkan dengan krisis air. Johanes dan keluarganya yang dulu tidak mengenal krisis air, kini mulai merasakan. Meskipun baru dua minggu dan masih bisa menampung air yang mengalir kecil itu. Namun ke depan bila tidak ada upaya bersama untuk melestarikan air tanah di sekitarnya, bisa jadi Johanes dan masyarakat lainnya akan benar-benar krisis air.***Indonesia termasuk satu dari sepuluh negara kaya air. Itu sebabnya persoalan krisis air belum begitu berkecamuk. Apalagi di Riau yang kaya dengan sumber air bersih kini masih berstatus surplus air. Akibatnya upaya konservasi dan pelestarian air masih tidak dianggap penting. Air masih dianggap komoditi murah yang tidak berarti. Padahal tanpa terasa saat ini, komoditi yang kini dikenal dengan nama emas biru itu sudah mulai punya harga. Bahkan di Rumbio, Kabupaten Kampar, daerah yang kaya dengan air karena dibelah oleh Sungai Kampar, kini telah mengenal jual beli air. Harganya kini satu jiregen ukuran 35 liter memang masih Rp3500. Namun ke depan, ketika air sudah semakin seret harga komoditas itu juga akan meloncat tajam. Sama halnya seperti saat, harga minyak melambung lebih dari dua ratus kali lipat dalam kurun waktu satu tahun ini. Harga air ke depan diperkirakan juga akan melambung. Mengingat Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pernah mengungkapkan saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru menurun. Penyebabnya tidak saja karena bertambahnya populasi manusia, tetapi juga karena kerusakan lingkungan. Mulai dari intrusi air laut yang mengkontaminasi air tanah sehingga menjadi asin. Pembuangan sampah dan limbah ke badan sungai sehingga air sungai tercemar dan tidak layak digunakan jadi sumber air bersih. Pembabatan hutan dan penebangan pohon yang mengakibatkan air hujan tidak tersimpan dalam tanah tetapi langsung ke sungai dan menuju laut lepas. Di tambah lagi seminisasi besar-besaran akibat pembangunan yang tidak memberikan kesempatan bagi air merembes ke dalam tanah. Semua penyebab krisis air tersebut harus diantisipasi. Deputi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Hayati Endang Sukara, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III Agung Anggoro, Subdin Sungai, Rawa, Pantai dan Danau Kimpraswil Riau Dadi Komardi memaparkan sejumlah abtisipasi itu. Antipasi dilakukan melalui upaya optimasi pasokan, optimasi penyimpanan dan optimasi penyaluran serta penggunaan. Optimasi pasokan dan menyimpan air berarti peningkatan jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah dan tersimpan. Baik tersimpan di dalam tanah, maupun di sungai dan juga di tempat-tempat air permukaan, seperti danau dan bendungan buatan. Itu ditempuh dengan cara memanenan air hujan sebanyak mungkin. Baik melalui pembuatan kanal-kanal, meningkatkan daerah hijau, dan mengurangi areal yang disemenisasi serta penanaman pohon. Mengingat setiap satu batang pohon mengandung 80 persen air. Terakhir dengan mengoptimasi penyaluran dan penggunaan. Artinya setiap air yang ada harus tepat sasaran dan harus dihemat penggunaannya, karena secara alami komoditas itu meningkat permintaannya seiring bertambahnya penduduk bumi.***

http://www.riaupos.com/v2/content/view/8379/91/

Warga Sapala Mengonsumsi Air Kubangan Kerbau (2-Habis)

Tak Ingin dokter Kabur LagiTERPAKSA itulah yang membuat Desa Sapala, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), hingga menggunakan air sungai yang tercemar kubangan kerbau untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi, cuci dan diminum.Semula mereka menganggap, air itu tak berpengaruh pada kesehatan. Namun, mereka baru sadar bahwa air itu tak layak digunakan, setelah seringnya terjadi keluhan sakit perut, diare dan gatal-gatal.Kesadaran itu juga datang dari sejumlah anak-anak, yang sekolah di SMPN 3 Sapala. "Di sekolah mereka belajar tentang kesehatan, sehingga selain pemuda dan tokoh masyarakat, anak-anak juga mengusulkan agar di desa ini dibangun sarana air bersih," kata kades Sapala, Sahni.Sahni yakin, jika ada sarana air bersih di desanya, orang luar yang bertugas --seperti dokter, tentu tak kabur lagi dari Sapala. Upaya membangun sarana air bersih ini, sudah mereka sampaikan kepada Pemkab HSU.Pemkab sendiri menanggapi positif. Oleh pemkab, timpal H Bahran, tokoh masyarakat setempat, mereka diminta membuat proposal permohonan bangunan pengadaan sarana air bersih. Namun, permintaan pemkab itu menjadi kendala bagi warga. Pasalnya, berkali-kali diajukan, selalu proposal itu diminta untuk diperbaiki."Kami kan tidak tahu bagaimana membuat proposal, jadi kemarin karena salah tulis sedikit langsung dikembalikan," keluh Bahran yang terpaksa bolak balik naik taksi air (kelotok) mengurus proposal yang diminta. Padahal, imbuh dia, kebutuhan akan air bersih itu sangat mendesak, mengingat ada 1.536 jiwa penduduk mendambakannya.Jika sarana ini berhasil dibangun menurut Bahran, tak hanya mengatasi kesulitan air bersih di desa Sapala, tapi juga bisa melayani desa perairan lainnya seperti Palbatu, Bararawa, Tampakang, Ambahai dan Paminggir yang kondisinya sama dengan desa Sapala.Sebagai bukti keseriusan warga memperjuangkan sarana air bersih, mereka kini menyiapkan lahan. "Pemerataan pembangunan dari pemerintah HSU sangat kami harapkan, dan kami akan perjuangkan sampai berhasil," imbuh Bahran dibenarkan kades dan warga lainnya.Sementara, Bupati HSU Drs H Fakruddin Msi baru-baru ini berjanji membantu warga Sapala. "Kami akan bangunkan sarana air bersih sistem penyaringan dengan pasir, dan insya Allah dibangun 2005," janji bupati.Bupati juga telah meminta PDAM menyuplai air ke Dermaga Danau Panggang untuk disalurkan melalui perahu-perahu air. Namun, hingga Senin (4/10) ketika BPost berkunjung ke lokasi, warga mengaku belum mendapatkan suplai air bersih itu.Benarkah meminum air terkontaminasi berbagai zat ini tak masalah? "Dari segi kesehatan jelas tidak baik. Selain diare, muntaber, dan penyakit kulit. Lainnya, penyakit dari hewan juga bisa menular lewat konsumsi air," kata dr Dharma Putera Mkm, kepala dinas kesehatan setempat belum lama tadi.Kemungkinan lain, terang dr Dharma, jika ada salah seorang penduduk menderita penyakit hepatitis, maka akan menularkan kepada orang lain lewat kotoran yang ia buang di sungai yang tercemat itu. "Kemungkinan warga lainnya yang mengonsumsi tertular hepatitis B lewat air tadi," imbuhnya. hanani

Kelangkaan Air Bersih Landa 947 Desa

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah mencatat kelangkaan air bersih telah melanda 947 desa. Jumlah ini meningkat dari pertengahan Juli lalu yang tercatat 910 desa.Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menuturkan pemerintah telah mengirimkan bantuan bagi pemerintah daerah yang sudah kewalahan dengan kelangkaan ini. "Indramayu, Cirebon, dan Boyolali sudah dikirimkan bantuan dari pusat," kata dia dalam konferensi pers "Kekeringan Air" di kantornya, Senin (11/8).Bantuan itu berupa pinajaman truk tangki air dan terminal air yang disesuaikan dengan permintaan pemerintah daerah. Menurut catatan pemerintah, selain ketiga daerah itu bantuan juga sudah dikirimkan ke Bogor, Blora, Sragen, dan Magelang.Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Budi Yuwono mengatakan kelangkaan air bersih ini disebabkan musim kemarau yang tengah melanda Indonesia. Meski menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) kemarau berlangsung hingga Oktober, Budi berpendapat laju penambahan desa yang mengalami kelangkaan air bersih tak akan besar."Dalam satu bulan saja hanya (bertambah) sekitar 3 persen. Laju ini cukup landai," kata dia kepada Tempo usai konferensi pers. Menurut dia, laju penambahan itu tak terlalu berat dan dia memperkirakan laju tak bertambah terlalu besar karena hujan umumnya jatuh di bulan Oktober.Berdasarkan data pemerintah, kelangkaan air banyak terjadi di Jawa Tengah sebanyak 353 desa. Jumlah itu disusul Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat sebanyak 121 desa dan 101 desa. Sedangkan di Maluku hanya satu desa yang mengalami kelangkaan air.Rieka Rahadiana
http://www.tempointeraktif.com/read.php?NyJ=cmVhZA==&MnYj=MTMwNDQ5

Selasa, 21 Oktober 2008

KISAH PANJANG MENEMBUS PASAR SURABAYA

I. Latar Belakang

Keberhasilan petani meningkatkan produksi tidak membuat wajah petani menjadi cerah, apalagi terjadi gagal panen petani hanya bisa menghela napas panjang. Persoalan demi persoaalan muncul yang tak pernah dapat terselesaikan dengan tuntas. Salah satu penyebab kemurungan wajah petani adalah harga produk petani yang tidak sesuai dengan biaya produksi yang telah mereka keluarkan. Secara turun temurun, produk yang dihasilkan dipasarkan secara sendiri-sendiri dengan prinsip yang penting cepat laku. Issu masalah pemasaran produk petani semakin mencuat dipermukaan ketika Program Pertanian Berkelanjutan mampu meningkatkan produksi, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Namun disisi lain ketika produksi meningkat, harga produk petani menurun.

Dari hasil penjajakan di lapangan dan cerita singkat dari beberapa petani yang ada di wilayah dampingan YSLPP, tergambar jelas bahwa persoalan utama dalam pemasaran produk pertanian adalah pada akses pasar ( yaitu peluang dan informasi pasar) dan mata rantai pemasaran. Semakin jauh dan panjang mata rantai pemasaran, semakin jauh harapan petani untuk mendapatkan harga yang layak, karena setiap simpul rantai akan mencari laba.

Selain masalah di atas, terungkap beberapa masalah kenapa harga produk petani menurun khususnya kacang tanah. Masalah-masalah yang dimaksud antara lain :

1. Petani meminjam benih dari tengkulak setiap musim tanam, walaupun dengan pengembalian yang cukup besar yaitu 1 karung kembali 2 karung.
2. Petani tidak cukup uang untuk biaya panen, sehingga lagi-lagi masih meminjam pada tengkulak.
3. Petani tidak bisa menahan produknya karena harus segera dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga terutama untuk kebutuhan makan sehari-hari.
4. Petani menjual secara sendiri-sendiri, dimana harga berbeda antara petani yang satu dengan yang lainnya dan terkadang petani langsung menjual sebelum sampai waktu panen sehingga harga dipermainkan oleh pengusaha..
5. Kekhawatiran selalu ada di benak petani, kalau terlambat jual barang rusak dan tidak ada yang beli sehingga begitu panen langsung dijual dilahan (pengusaha/tengkulak membawa truk kelahan)
6. Sebagian besar petani merasa tidak enak dan terpaksa kalau harus menjual ke pengusaha lain, karena sudah diberi pinjaman benih dan biaya panen.
7. Pengetahuan dan keterampilan petani tentang pengelolaan pasca panen masih sangat kurang sehingga kwalitas produksi menjadi rendah yang pada gilirannya harga menjadi rendah.

Dari serangkaian masalah yang ada, YSLPP bersama petani melakukan diskusi tentang peliknya persoalan pemasaran produk pertanian. Dari hasil diskusi petani menyimpulkan bahwa kunci sukses dalam pemasaran adalah petani harus bersatu dan kompak. Berikut disampaikan beberapa langkah menuju pemasaran bersama komoditi kacang tanah (pengalaman YSLPP bersama kelompok tani dampingan), dengan harapan bisa dijadikan alternatif jawaban untuk melepaskan diri dari ruwetnya pemasaran.

II. Langkah Menuju Pemasaran Bersama

1. Pendataan produksi
Data produksi merupakan hal yang sangat penting dalam aspek pemasaran. Bagaimama kita bisa berbicara pasar, kalau kita sendiri tidak tahu produk apa saja yang kita miliki, berapa kapasitas/kemampuan kita untuk menghasilkan suatu komoditi dan bagaimana kualitas dan kontinuitas yang mampu kita siapkan. Semua komoditi yang diusahakan petani didata, meliputi jumlah petani yang mengusahakan, luas lahan, jumlah produksi dan waktu panen. Data produksi merupakan modal untuk melakukan promosi negosiasi dengan pengusaha.

2. Pendataan Konsumen
Mengetahui kebutuhan konsumen, dimana konsumen berada merupakan faktor yang sangat penting agar petani bisa menyiapkan produk sesuai permintaan dan petani juga mengetahui kemana harus menjual produknya. Data konsumen yang dihimpun meliputi : siapa saja konsumen yang membutuhkan sebuah produk (baik lokal maupun luar daerah), berapa volume yang siap dibeli, dimana konsumen berada, bagaimana sistem pembayaran dan bagaimana mekanisme pengiriman produk/barang.

3. Penelusuran alur distribusi.
Setelah semua data produksi dan data konsumen terpetakan, dilanjutkan dengan penelusuran alur distribusi di lapangan. Penelusuran alur distribusi ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa panjang alur distribusi yang selama ini terjadi di tingkat petani dan kemana tujuan akhir sebuah produk. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat memotong rantai pasar.
Penelusuran alur distribusi khususnya pada komoditi kacang tanah melalui petani dan kader pemasar . Beberapa pertanyaan kunci meliputi :
q Siapa yang membeli kacang tanah paling banyak
q Bagaimana sistem pembayarannya
q Di mana alamat pengusaha/pembelinya
q Bagaimana mekanisme pembeliannya, apakah pengusaha langsung ke petani atau pengusaha menggunakan tengkulak yang ada di setiap desa.

Dari penelusuran alur distribusi komoditi kacang tanah, terpetakan nama-nama pengusaha lokal dan luar daerah. Dari peta alur distribusi terlihat bahwa “pengusaha dari Surabaya yang membeli paling banyak dan sistem pembayarannya kontan. Hanya saja petani tidak tahu namanya tapi tahu rupa wajahnya. Pengusaha tersebut tidak langsung ke petani tapi melalui kaki tangannya dan kaki tangannya si pengusaha mendapat 2 keuntungan ( komisi dari petani dan komisi dari pengusaha).

4. Menemui Pengusaha
Dari peta alur distribusi terlihat bahwa “pengusaha dari Surabaya yang membeli paling banyak dan sistem pembayarannya kontan. Bersama kader menemui si Pengusaha, lalu perkenalan dan namanya “ H. Wahyudi” dari Surabaya tapi tidak mau menyebut nama perusahaan dan alamat lengkapnya. Dalam pertemuan tersebut kami menyampaikan maksud dan tujuan, menyampaikan keberadaan kelompok, juga menyampaikan kemudahan dan keuntungan pengusaha (H. Wahyudi) jika dibangun pola kerjasama dengan kelompok tani yang ada di wilayah dampingan YSLPP di Kabupaten Sumbawa. Ternyata si pengusaha merasa tertarik dan sangat respon dengan kemudahan dan keuntungan yang diperoleh ketimbang menggunakan calo/tengkulak yang selama ini mereka gunakan. Diakhir obrolan kami menawarkan si pengusaha (H. Wahyudi) untuk melakukan survey ke lokasi lain dan perkenalan dengan petani dan kelompok yang ada di desa Luk). Si pengusaha H.Wahyudi menyanggupi dan keesokan harinya kami bersama-sama melakukan kunjungan lapangan sesuai rencana.
Setelah melihat kondisi lapangan dan kelompok tani yang ada di Desa Luk, Pak Haji Wahyudi menyampaikan bahwa perusahaan akan mau membeli dan bekerjasama dengan petani apabila kwalitas produksi sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh perusahaan seperti kwalitas, kwantitas dan kontinyuitas, apabila tidak sanggup memenuhi permintaaan tersebut maka perusahaan tidak bisa melakukan kerjasama. Karena petani telah sanggup memenuhi permintaan tersebut maka H. Wahyudi menyanggupi untuk melakukan uji coba kerjasama dengan beberapa kesepakatan lisan meliputi : jaga kualitas (kacang harus kering) karena perjalanan jauh, sistem pembayaran kontan, minimal harus ada kacang tanah 1 fuso (250 karung) baru bisa diangkut ke Surabaya. Pada saat itu pengusaha masih menyimpan banyak keraguan, apakah petani bisa menjaga kesepakatan yang telah disepakati bersama. Pengusaha menyampaikan jika ujicoba ini lancar, maka kerjasama akan dilanjutkan. Banyak keraguan yang terungkap dari pihak pengusaha, yang selama ini menurut H.Wahyudi bahwa petani sulit diatur, tidak mau menyadari bahwa kualitas produk adalah yang utama. Jika YSLPP mampu mengarahkan petani untuk tetap menjaga kualitas, maka kami dari pihak pengusaha sangat berterima kasih dan kita bisa membangun hubungan kerjasama jangka panjang khususnya kacang tanah, demikian komentar H.Wahyudi.

Uji coba pemasaran bersama komoditi kacang tanah tahap I (musim tanam 2003/2004) berlangsung sebanyak 46,36 ton dan berjalan lancar walaupun masih terdapat kekurangan yaitu mengenai kualitas kacang tanah dimana masih ada sebagian petani yang kacang tanahnya masih tergolong kurang kering. Namun kami selalu berkomunikasi baik lewat telpon maupun berdiskusi langsung bahwa kami siap memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada, demikian juga pengusaha berharap agar kerjasama bisa berlanjut untuk seterusnya.. Pada musim tanam tahun 2004/2005 pemasaran tahap II dilakukan dengan jumlah 84,76 ton. Pemasaran tahap II ini terjadi peningkatan baik dari kualitas maupun kuantitas produk dan perbaikan kesepakatan kerjasama yang semula hanya lisan pada tahap II perjanjian sudah mulai tertulis sehingga kekuatan dan keyakinan petani lebih besar, lebih-lebih setelah terbentuknya forum pemasaran bersama lintas kecamatan (FOPBLIK).


5. Melakukan komunikasi intensif.
Dalam rangka menjalin kerjasama dan hubungan yang lebih dekat dengan pengusaha, YSLPP selalu mencari kesempatan untuk saling komunikasi dan sharing informasi. Satu tahun kemudian (tahun 2004) kami ketahui nama perusahaan nya adalah UD.Bumi Mas Surabaya. UD.Bumi Mas Surabaya adalah spesialis pengusaha kacang tanah. Setelah merasa dekat, YSLPP menanyakan apakah kami bisa berkunjung ke lokasi perusahaan H. Wahyudi di Surabaya? Jawabnya ; boleh-boleh aja, nanti kita lihat apa bisa atau tidak. Lalu kami diberikan alamat lengkap dan diperbolehkan kontak langsung via telpon dengan temannya ( namanya ; Bagong) di Surabaya.

6. Kunjungan Ke Surabaya.
Untuk menjalin hubungan kerjasama dalam bidang pemasaran yang lebih baik, satu tahun kemudian (tahun 2004) kami bersurat ke UD Bumi Mas bermaksud untuk melakukan kunjungan ke Surabaya, yang sebelumnya telah dikomunikasikan terlebih dahulu tentang maksud dan tujuan kunjungan. Kunjungan ke Surabaya kami lakukan bersama petani kader dengan maksud dan tujuan agar petani dapat mengetahui secara langung tentang proses pemasaran komoditi kacang tanah, persyasratan-persyaratan yang harus dipenuhi, pembelajaran tentang bagaimana bernegosiasi dan menjaga hubungan kerjasama sehingga berkelanjutan. Harapannya petani yang diajak kunjungan agar dapat menyampaikan kembali kepada kelompok dampingannya (sharing pengalaman) hasil kunjungan setelah kembali dari study banding. Sampai di Surabaya kami diperkenalkan dengan pemilik perusahaan UD Bumi Mas yaitu Bapak Bagong. Kami disambut dengan baik, ngobrol panjang lebar dan akhirnya kami sepakat untuk membangun hubungan kerjasama pola kemitraan secara tertulis. Secara lisan dan tulisan perusahaan UD Bumi Mas akan melakukan kerjasama dengan petani dampingan YSLPP asal memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah disepakati bersama khususnya kacang tanah. Dalam kesempatan itu staf YSLPP dan petani diajak jalan-jalan melihat gudang penyimpanan kacang tanah mulai proses penjemuran, penyimpanan, sortasi, pengepakan, pemecahan biji dll sehingga petani betul-betul mengerti, paham proses pemasaran kacang tanah. Pihak perusahaan sangat banyak memberikan masukan dan pembelajaran kepada staf dan petani untuk membangun kerjasama, menjaga kwalitas dan kiat-kiat lain menuju sukses.

7. Evaluasi
Pada setiap selesai melakukan kegiatan pemasaran bersama YSLPP selalu melakukan refleksi dan evaluasi tentang keberhasilan dan kelemahan-kelemahan maupun kendala-kendala yang terjadi baik ditingkat petani maupun tingkat pengusaha. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kejasama selanjutnya sehingga kegiatan pemasaran bersama dengan petani dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Beberapa hasil refleksi tersebut seperti diuraikan berikut.

MUCULNYA FOPBLIK

Mencermati proses pemasaran bersama komoditi kacang tanah dengan UD.Bumi Mas Surabaya, masih banyak kelemahan/kekurangan di tingkat petani. Jika hal ini tidak segera dicarikan solusinya, maka kerjasama akan segera berakhir. Untuk itu YSLPP bersama petani melakukan evaluasi melalui analisa SWOT.

Dari hasil evaluasi SWOT, diperoleh beberapa kelemahan baik dari mitra usaha maupun dari petani. Kelemahan-kelemahan di tingkat petani meliputi :

q Tidak semua petani menjaga kualitas produk tetapi hanya mengejar target masih ditemukan kacang tanah yang produknya kurang baik (masih basah).
q Petani hanya mementingkan kepentingan sendiri tidak peduli kesulitan pengusaha
q Para kader pemasar yang ada dimasing-masing desa dampingan YSLPP masih kerja sendiri-sendiri
q Jarak antar kader pemasar sangat berjauhan, sehingga sulit untuk komunikasi

Dari masalah yang ada kemudian didiskusikan dengan dengan para kader pemasar, muncul ide/gagasan bahwa sebaiknya ada wadah yang memayungi kelompok tani yang tersebar di beberapa desa dampingan YSLPP. Wadah tersebut diharapkan menjadi tempat bertemunya para kader pemasar untuk membahas persoalan petani dan sebagai sumber informasi bagi petani terkait dengan akses pasar (informasi dan peluang pasar).

Merespon ide/gagasan yang muncul saat diskusi dengan para kader pemasar, YSLPP merancang pertemuan petani untuk membentuk wadah dengan nama FPLK (Forum Pemasaran Lintas Kecamatan). Menjelang hari pelaksanaan pertemuan, nama wadah tersebut dirasakan kurang pas, akhirnya diganti dengan nama FOPBLIK (Forum Pemasaran Bersama lintas kecamatan) dan diresmikan oleh Camat labuhan Badas tanggal 19 Maret 2005.

Kunjungan II Ke UD.Bumi Mas Surabaya

Selama dua periode menjalin kerjasama dengan UD.Bumi Mas Surabaya, masih terdapat beberapa kelemahan terutama menyangkut kualitas kacang tanah yang dinilai kurang kering oleh mitra. Menyikapi persoalan tersebut, staf YSLPP bersama 2 orang wakil FOPBLIK berkunjung ke UD.Bumi Mas untuk kedua kalinya. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kelemahan yang ada dan promosi keberadaan FOPBLIK, sehingga meyakinkan mitra bahwa kerjasama kedepan akan lebih baik karena kelembagaan petani semakin kuat. Dari hasil kunjungan II, mitra usaha (UD.Bumi Mas) memaklumi kelemahan yang ada dan berharap agar kualitas menjadi pegangan petani. UD.Bumi Mas juga menyarankan agar petani bisa mengusahakan kacang biji dua, karena pasarannya lebih mudah dan lebih banyak peluang pasarnya bila dibandingkan dengan kacang tanah biji 3. Soal kerjasama akan tetap berlanjut selama petani dapat mempertahankan kualitas.


III. MANFAAT PEMASARAN BERSAMAI.

Pemasaran bersama telah memberikan dampak positif terhadap perubahan pada masyarakat tani dampingan baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Membangun pemasaran bersama bukan suatu hal yang mudah, kondisi sosial budaya petani dalam memasarkan produk secara turun temurun telah berlangsung begitu lama ditambah lagi dengan kemampuan ekonomi dan pengetahuan mereka dalam pemasaran yang relatif rendah sehingga menjadikan mereka terjerat dalam ijon, posisi tawar sangat rendah.

Untuk memperbaiki dan merubah prilaku tersebut membutuhkan proses panjang seperti telah diuraikan diatas sehingga pada akhirnya mereka yakin dan mampu mengatasi permasalahan yang mereka hadapi selama ini. Melalui proses tersebut mereka bisa belajar dan mengamati serta dapat membandingkan keuntungan yang diperoleh dari pemasaran secara individu dengan pemasaran bersama. Beberapa hal tersebut antara lain :

Kondisi Sebelum dan Sesudah Pemasaran Bersama

Sebelum Pemasaran Bersama
Sesudah Pemasaran Bersama
§ Harga kacang tanah berkisar antara Rp.85.000 – Rp.105.000,-/karung
§ Harga kacang tanah Rp.115.000 – Rp.120.000,-/karung
§ Sistem pembayaran : sebagian kontan, sebagian dibayar 2-3 minggu kemudian dan bahkan ada beberapa petani yang produknya tidak dibayar (pengepulnya menghilang)
§ Sistem pembayaran kontan
§ Harga berbeda antara petani yang satu dengan petani yang lainnya. Jika petani merasa kepepet dengan kebutuhan perut maka harga terserah tengkulak.
§ Harga sama di semua petani
§ Pembelian produk sedikit-demi sedikit, karena kapasitas pengusaha lokal terbatas, sehingga petani terpaksa harus sabar menunggu. 1 hari paling banyak bisa diangkut 2 trek. 1 trek = 90 karung.
§ Produk petani lebih cepat terdistribusi, karena kapasitasnya banyak sekali angkut (minimal 2 fuso/hari) . 1 fuso = 250 karung.
§ Tidak ada kepastian harga, karena fluktuasi sangat tinggi
§ Kepastian harga bisa dijamin sehingga banyak petani yang tertarik menjadi anggota kelompok (sebenarnya pemasaran fokus untuk kelompok dampingan tapi melihat kenyataan banyak anggota diluar kelompok ikut memasarkan produknya)
§ Tidak ada pembinaan dari pengepul
§ Ada pembinaan dari mitra usaha (bagaimana menjaga kualitas, cara penanganan pasca panen) dan mitra usaha juga memotivasi petani untuk bersama-sama menjaga kepercayaan menyangkut kualitas (pengusaha sering ikut kelapangan memberikan asistensi terutama menyangkut kwalitas dan penanganan pasca panen).
§ Tidak ada retribusi untuk desa
§ Pengusaha memberikan retribusi kepada desa Rp. 1.000/karung
§ Tidak ada jasa untuk pengumpul
§ Ada jasa dan tambahan pendapatan untuk petani kader yang mengumpulkan Rp. 1.000/karung oleh pengusaha (1 fuso kader mendaoat Rp. 250.000).

Manfaat yang dirasakan Petani
Beberapa manfaat yang dirasakan Petani dengan adanya pemasaran bersama ;
1. Petani tidak khawatir bahwa produknya tidak akan laku/tidak ada yang membeli, karena sudah mengetahui peluang pasarnya dan sudah punya mitra usaha yang berpihak pada petani.
2. Petani merasa ada kenaikan harga dengan pemasaran bersama, bila dibandingkan dengan jual sendiri-sendiri. Dan posisi tawar petani menjadi kuat.
3. Karena sistem pembayarannya kontan, petani tidak lagi khawatir bahwa barangnya akan hilang tanpa dibayar.
4. Petani merasa dengan pemasaran bersama, hubungan kebersamaan antara petani semakin terjalin dengan baik.
5. Dengan adanya pemasaran bersama bisa mengurangi ijon
6. Tengkulak tidak lagi berkeliaran kekampung karena sudah diblokir oleh kader pemasar sehingga kalau ingin mencari produk harus seijin/melalui kader pemasar yang ada di desa
7. Kesadaran berorganisasi masyarakat petani semakin kuat dan semakin banyak petani yang tertarik untuk mengikuti program
8. Pola pikir dan kesadaran kritis petani semakin meningkat

(Diambil dari laporan YSLPP )

Selasa, 02 September 2008

Biopori dengan Krisis Air Bersih

Dengan semakin banyak daerah yang mengalami kesulitan air bersih kita sebagai mahasiswa terutama kita bergerak dalam kepencintaalaman sudah sewajarnya untuk kita mengatasi masalah ini. masalah krisis air ini sudah menjadi tanggungjawab kita untuk membantu mengatasinya.

Banyak cara untuk mengatasi masalah krisis air seperti konseravasi daerah tangkapan hujan. konseravsi hutan, dan sebagainya. Salah satu cara yang praktis dan mudah diaplikasikan adalah dengan BIOPORI.Bipori adalah teknologi sederhana tepat guna multi fungsi. Bisa untuk resapan air, bisa untuk mengurangi genangan air, bisa untuk wadah pengomposan, dan tentunya menyuburkan tanah. Tim penemu teknologi tepat guna ini terdiri dari staf pengajar pada Bagian Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Tim diketuai oleh: Kamir R Brata, dengan anggotanya: Wahyu Purwakusuma, Yayat Hidayat, Enny Dwiwahyuni, DP Tejo Baskoro, dan Maspudin. Banyak pujian telah diterima oleh tim ini, berbagai media masa memberitakan tentang penemuan sederhana tapi manfaatnya sangat besar ini. Harian Kompas, Rabu tanggal 5 Desember 2007 menurunkan berita di halaman 26 dengan judul: “Lubang Biopori Bisa Cegah Banjir”. Tim ini menamakan hasil temuannya dengan istilah Lubang Resapan Biopori (LRB). Prinsip LRB adalah lubang di tanah berdiameter 10 cm (bisa lebih) kedalaman 1 meter. Ke dalam lubang dimasukkan sampah organik yang diharapkan akan dimakan oleh organisme yang ada di dalam tanah. Dikatakan di halaman seluas 50 meter persegi bisa dibuat sebanyak 20 sampai 40 LRB, tergantung curah hujan dan sifat kelulusan air dari lapisan tanah setempat.LRB ini sangat cocok untuk daerah yang sangat sedikit tempat resapan airnya seperti di perumahan, kota besar. Dengan membuat LRB, maka akan semakin banyak air yang akan masuk ke dalam tanah sehingga dapat menambah cadangan air tanah dan dapat pula membantu mengatasi masalah banjir dan masalah sampah yang banyak terjadi di kota-kota besar. untuk informasi lebih jelasnya dapat dilihat di alamat: http://www.biopori.com/
http://pasains.mipa.ugm.ac.id/index.php?p=news&newsid=11&area=1

Penanganan Krisis Air

JAKARTA – Dua perlima penduduk dunia saat ini menghadapi krisis air bersih dan sebagian besar penyakit yang menyeret penderita ke bangsal-bangsal rumah sakit dipicu oleh kualitas air yang buruk. Jika krisis air tidak ditangani secara serius maka masa depan akan sangat menakutkan. Sementara privatisasi dan kecanggihan teknologi yang dianggap sebagai solusi terbukti hanya memperlebar jurang kaya-miskin. Krisis air menjadi sorotan utama peringatan hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh besok (5/6). Sorotan ini wajar jika melihat hampir setiap hari, berita di berbagai media massa mengabarkan semakin buruknya krisis air yang dihadapi dunia. Di negara berkembang, krisis tersebut terlihat nyata, dipicu dengan kerusakan hutan yang semakin parah, pembuangan limbah industri yang tak terkendali, dan penyedotan sumber-sumber air tanah dalam jumlah besar oleh industri-industri raksasa. Kondisi ini diperburuk dengan besarnya emisi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global dan menjadi penyebab perubahan iklim. Data terbaru dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan perubahan temperatur global 100 tahun ke depan akan mencapai 1,5 – 4,2 derajat Celcius. Peningkatan temperatur ini membawa malapetaka, dunia akan mengalami tambahan 12 juta penduduk terancam kelaparan, lebih dari dua miliar orang kekurangan air, 228 juta jiwa terkena malaria, 20 juta jiwa akan mengalami bencana banjir dan sekitar 2.000 pulau Indonesia dipastikan tenggelam. Namun tanpa harus berprediksi 100 tahun ke depan, perubahan iklim yang terjadi saat ini juga sudah cukup memprihatinkan. Di negara-negara subtropis mungkin perubahan ini ”menguntungkan” karena iklim menjadi lebih hangat dan sejumlah tanaman bisa berkembang biak dalam derajat udara yang lebih tinggi. Namun di negeri-negeri tropis, pergeseran ini merupakan malapetaka karena musim kering akan menjadi lebih panjang. Ketersediaan air dalam suatu ekosistem sebenarnya tergantung pada iklim, fisiografi, vegetasi dan geologi wilayah bersangkutan. Namun dalam semua bidang tersebut, manusia modern telah merusak bumi dan menghancurkan kapasitasnya untuk menerima, menyerap dan menampung air. Pembabatan hutan dan pertambangan telah menghancurkan kemampuan serap yang dimiliki tanah untuk menyimpan air. Sementara pertanian dan hutan monokultur telah mengeringkan ekosistem. Penggunaan bahan bakar minyak juga telah meningkatkan emisi yang memicu perubahan iklim dan menjadi penyebab utama banjir, tsunami serta kekeringan. Semua kondisi tersebut menyediakan persediaan air global per kapita turun dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1970, penurunan ini mencapai 33 persen. Dan data tahun 1998 menunjukkan 208 negara mengalami kekurangan atau kelangkaan air. Angka ini diperkirakan akan bertambah 56 negara lagi pada tahun 2025. Antara tahun 1990 dan 2025, jumlah orang yang hidup di negara tanpa air yang memadai diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 131 juta menjadi 817 juta. Krisis air dunia tidak bisa lagi dianggap enteng. Menurut laporan World Commission on Water tahun 1999, sekitar 1,2 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses pada air bersih. Jumlah itu diperkirakan membengkak menjadi 2,3 miliar pada tahun 2025 bila tidak segera dilakukan usaha signifikan untuk mengatasi masalah kelangkaan air. Sementara jutaan orang tewas akibat penyakit yang disebabkan oleh air kotor, seperti diare, malaria, demam berdarah dan cacingan. Dalam World Water Forum Ketiga di Kyoto bulan Maret lalu, Presiden World Water Council Dr. Mahmoud Abu-Zied bahkan menggambarkan kondisi krisis air sedemikian genting, di mana satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum dan satu dari tiga orang tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Privatisasi Melihat gentingnya masalah ketersediaan air, maka pengaturan penggunaan air menjadi hal serius. Data menunjukkan penggunaan air dunia terbesar dilakukan sektor pertanian (70 persen), kemudian diikuti sektor industri (22 persen) dan domestik (8 persen). Sayangnya, solusi yang dikampanyekan untuk mengatasi kelangkaan air ini cukup unik: menyerahkan pengelolaan air ke pihak swasta alias privatisasi. Dengan privatisasi, air bukan lagi bernilai sosial. Ia telah memiliki nilai ekonomi. Diasumsikan, dengan pengenaaan nilai ekonomi maka orang akan berhemat menggunaan air. Semakin mahal air maka semakin hemat penggunaannya karena orang tidak mau membuang-buang sesuatu yang ia beli dengan uang. Namun benarkah demikian?Resep privatisasi ini tak hanya berlaku pada satu negeri, tapi hampir seluruh negara di dunia. Di Indonesia, Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) yang dibahas di DPR saat ini ditengarai memberikan angin terhadap proyek privatisasi tersebut. Studi kritis yang dilakukan Indonesian Forum on Globalization (INFOG) terhadap RUU SDA dan Water Resources Sector Adjustment Loan (WATSAL) – program Bank Dunia yang memberi pinjaman sebesar US$ 300 juta pada Indonesia guna mendanai program reformasi menyeluruh dalam sektor air— menunjukkan bahwa RUU SDA sebenarnya kepanjangan tangan dari sejumlah perusahaan transnasional/multinasional (TNC/ MNC) yang bersembunyi di balik baju Bank Dunia.Namun saat dikonfirmasi SH, Erman Suparno, Ketua Panita Kerja Rancangan Undang Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) dari Komisi IV DPR membantah bahwa kehadiran RUU SDA ini merupakan tekanan Bank Dunia. Ia mengatakan RUU ini lahir dari keprihatinan terhadap pemanfaatan air yang tidak berkelanjutan. Erman bisa jadi benar. Namun ”momok” privatisasi ini juga menghantui warga dunia. Di Afrika Selatan, ”momok” ini bahkan sudah mengancam keberlangsungan hidup warga. Dalam Forum Kyoto pun, hal ini menjadi perdebatan sengit. Mayoritas negara setuju untuk menangani krisis air ini melalui pola partnership (kemitraan) antara publik dan swasta. Namun sebagian kelompok yang kritis, mayoritas dari Non-Goverment Organization (NGO) dan komunitas masyarakat warga, menilai pola tersebut merupakan ”trik” yang digunakan TNC untuk membuka pasar air, menjadikan air sebagai komoditas bisnis. Terlebih lagi, persoalan air sekarang tengah gencar diperjuangkan agar masuk dalam kesepakatan General Agreement on the Trade of Services (GATS), salah satu kesepakatan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tak Cukup Teknologi Selain privatisasi, solusi yang dikampanyekan untuk mengatasi krisis air adalah implementasi teknologi, seperti dam dan pembuatan pipa saluran air. Solusi ini menjadi fokus dalam Forum Kyoto yang membuat sejumlah delegasi kritis merasa dipecundangi. Bagi kelompok ini, teknologi dam dan pipanisasi hanya solusi instan untuk menangani krisis air. Dalam jangka pendek, solusi tersebut mungkin bermanfaat, tapi tidak dalam jangka panjang. Pembuatan dam dipastikan akan membawa serentetan masalah yang tak kalah pelik. Upaya menghambat laju deforestasi hutan, perbaikan ekosistem dengan mengeksploitasi kearifan lokal –pertanian polikultur, menanam tanaman yang tidak boros air adalah beberapa di antaranya— bisa menjadi solusi mengatasi kelangkaan air bersih. Hal lain yang bisa dilakukan adalah mengubah pola produksi dan konsumsi. Membuat peraturan tegas tentang pengolahan limbah, menjalankan seleksi terhadap izin HPH, menindak tegas para pelaku penebangan hutan alam, membatasi kepemilikan kendaraan pribadi, mencari alternatif bahan bakar fosil, dan sebagainya. Banyak cara yang masih bisa dilakukan untuk menangani krisis air yang jauh lebih menyentuh akar permasalahan, dibandingkan sekadar memberikan solusi instan yang justru memperuncing perseteruan lama, utara-selatan dan kaya-miskin. Jika konsumsi dimaknai sebagai upaya untuk bertahan hidup, bukan untuk meraup keuntungan ekonomi, maka air sebenarnya cukup untuk setiap orang. (SH/fransisca r.susanti)
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/04/ipt01.html

Senin, 11 Agustus 2008

Penanganan krisis multi dimensi (air, energi dan pangan) melalui pelestarian daerah aliran sungai / hulu/ hutan serta pengelolaan air.

Selama ini banyak sekali kegiatan program yang dikembangkan baik yang dilakukan pemerintah maupun LSM masih didekati secara sektoral. Masing-masing pengelola program hanya lebih berfokus pada program yang ditanganinya tanpa mau tahu keterkaitan dengan sektor lainnya dan lebih sering mengenakan kaca mata kuda.

Kita lihat misalnya program kesehatan, hanya melulu memperhatikan pada aspek kesehatan seperti kebersihan, mengkonsumsi makanan yang bergizi, mencuci tangan sebelum makan, posyandu dll. Padahal kita tahu derajat kesehatan di masyarakat juga sangat bergantung pada ketersediaan makanan yang beragam dan mencukupi baik dari sisi jumlah maupun kandungan gizinya, ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan MCK dan memasak dll. Sangat disayangkan jika anak-anak diajari pentingnya mencuci tangan sebelum makan atau buang air di MCK namun sementara air bersih masih sulit didapatkan karena sumber air yang terbatas akibat rusaknya lingkungan mata air dll.

Dari contoh sederhana diatas sudah selayaknya kita hentikan cara pandang dan pendekatan sektoral, dan kita sempurnakan dengan pendekatan integral/holistik.

Ramah lingkungan

Berbicara penghidupan yang berkelanjutan, manusia tidak dapat melepaskan diri dari keterkaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Semakin baik pemahaman masyarakat akan arti pentingnya melestarikan luingkungan, akan semakin terjaga pula lingkungan yang akan mendukung kehidupan masyarakat. Ada hubungan timbal balik yang sering dilupakan oleh masyarakat, dan masih banyak yang belum memahami dan menyadari akan arti penting melestarikan lingkungan. Kita semua tahu untuk berlanjutnya sebuah kehidupan maka yang sangat diperlukan antara lain air, energi dan pangan. Tidak ada kehidupan yang mampu bertahan tanpa air bahkan tubuh manusia sekitar 90 % merupakan air, demikian pula dengan ketersedian pangan sangat bergantung pada air. Energi terbarukan seperti kayu api juga sangat bergantung pengadaannya pada ketersediaan air.

Dengan demikian yang harus menjadi fokus utama dan pertama dari program pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana mengelola air dalam pengertian bagaimana kita menjaga dan meningkatkan ketersediaan air melalui kegiatan menjaga kelestarian hutan, memanen air melalui teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, memanfaatkan air secara hemat dan bijak, melakukan konservasi tanah dan air (KTA) serta menyesuaikan tanaman yang akan kita usahakan dengan kondisi lingkungan yang ada disekitar kita.

Pendekatan berbasis lingkungan, mau tidak mau tidak bisa lepas dari pemahaman tentang DAS (Daerah Aliran Sungai) yang dapat bersifat lintas daerah administrasi. Ego kabupaten tidak lagi dapat dibenarkan karena penanganan DAS dapat secara lintas kabupaten, bahkan propinsi. Apalagi jika dikaitkan dengan pemanasan global dan perubahan iklim, maka gerakan cinta lingkungan tidak lagi dapat ditawar dan menjadi keharusan sebagai sebuah gerakan, dimana kita yang berdiam di bumi sebagai rumah yang satu mau tidak mau atau suka tidak suka harus punya kesadaran dan aksi bersama dalam menjaga bumi dari kepunahan karena ketidak pedulian warga bumi.

Hutan dan masa depan

Seringkali ketika masih dalam kondisi baik, keberadaan hutan sering diabaikan padahal kita tahu fungsi hutan sangat banyak antara lain mengatur daur hidrologi sehingga tidak terjadi banjir ketika musim penghujan, maupun longsor dan tidak terjadi kekeringan pada saat musim kemarau, mengurangi polusi udara, menjadi sumber plasma nuftah, sumber berbagai makanan lokal seperti umbi-umbian, sumber kayu untuk bahan bangunan maupun kayu bakar, sumber madu hutan, habitat satwa liar dll. Kesadaran akan arti penting dan strategis hutan perlu terus menerus dibangun dalam masyarakat sehingga demi penghidupan berkelanjutan generasi sekarang dan seterusnya maka tindakan merusak hutan menjadi tabu dan diharamkan, dianggap tidak bermoral meski itu semua dapat dilakukan karena alasan tekanan ekonomi apalagi yang hanya didasari oleh sikap rakus dan tak mau peduli dengan kesengsaraan yang diakibatkannya.

Kita dapat belajar dari saudara kita yang berasal dari Bali dengan keyakinan Hindu selalu saja merawat lingkungan termasuk melestarikan pohon-pohon besar disekitar pura dan bagaimana warga Bali sangat menjunjung tinggi kelestarian lingkungannya dimanapun mereka berada.

Kita dapat belajar dari suku Tengger, juga suku Badui tentang penghormatan mereka pada alam semesta dan tidak menjadikan hutan sebagai komoditi ekonomi saja tetapi juga terkait dengan keberlanjutan hidup warga diseputar hutan. Beberapa kebiasaan budaya di berbagai tempat juga diharapkan mampu menjadikan budaya sebagai benteng terakhir untuk tidak merusak hutan maupun alam semesta.

Alangkah indahnya hidup ini jika keberadaan dan kelestarian hutan dapat menjadi solusi dari krisis air, krisis pangan dan juga krisis energi. Hutan menjadi sandaran dan tumpuan kehidupan baik dari sisi budaya, kesehatan maupun ekonomi tanpa menjadikan hutan sebagai tempat penjarahan.
Kita harus selalu diingatkan akan pentingnya melestarikan hutan yang tidak lain berarti melestarikan kehidupan secara keseluruhan.

Selain menjaga hutan, kita dapat meniru keberadaan hutan dan menerapkannnya dalam mengelola kebun yang kita miliki yang kita kenal dengan istilah hutan keluarga. Kita dapat melakukan diversifikasi atau penganekaragaman tanaman maupun ternak dengan meniru fungsi hutan sehingga kita dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus merusak hutan yang ada disekeliling kita. Maka dengan demikian hutan tetap lestari, namun rakyat sejahtera.



Pendekatan holistik

Mari kita tinggalkan pendekatan sektoral yang sudah terbukti tidak mampu menyelesaikan krisis multi dimensi. Kita harus memulai langkah pemberdayaan melalui penyadaran akan pentingnya melakukan pelestarian lingkungan. Kita didik sejak mulai dini anak-anak sebagai generasi penerus untuk selalu merawat dan meruwat bumi dengan jalan melestarikan nilai-nilai budaya yang menjunjung tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Anak-anak tidak diajar serakah dengan melakukan pembalakan hutan (meski tidak liar) dan menjual kayunya, tetapi diajarkan bagaimana mengelola hutan secara lestari namun kehidupan semakin sejahtera, bagaimana melakukan pembibitan tanaman hutan secara swadaya dll. Perlu inovasi dan ada sentuhan teknologi ramah lingkungan sehingga hutan terjamah namun tetap terjaga fungsinya seperti misal pengembangan TOGA (Tanaman Obat Keluarga), madu hutan, rotan, mahoni yang hanya diambil bijinya untuk diekstrak menjadi obat, pengembangan ikan air tawar dll. Kita ajak masyarakat untuk menjaga lingkungan agar kita yang tinggal didalamnya tetap sehat, bebas dari polutan, mampu memenuhi kebutuhan hidup secara layak dan yang paling penting kita mewariskan generasi berikut kondisi lingkungan yang lebih menjanjikan dalam meraih hidup yang lebih baik. Pendekatan holistik mengajarkan kepada kita arti penting memanfaatkan potensi dan kearifan lokal, semisal bagaimana kebutuhan akan obat untuk kesehatan dapat terpenuhi dari tanaman TOGA, bagaimana pangan lokal yang dikonsumsi mampu tercukupi baik dari sisi jumlah dan kandungan gizinya, aman dikonsumsi karena bebas dari penggunaan pupuk dan pestisida buatan pabrik yang mencemari lingkungan, kebutuhan akan kayu bakar dapat terpenuhi dari tanaman penguat teras dikebun kita, atau dari penggunaan briket arang yang terbuat dari seresah /mulsa dari hutan dll. Pendekatan holistik juga diharapkan menjamin kerukunan antar warga karena distibusi yang adil dari potensi lokal yang ada, akses yang setara terhadap informasi dan modal dll. Masyarakat diajak untuk berkoperasi dalam meningkatkan perekonomian mereka dalam kebersamaan yang saling menguntungkan, mengurangi biaya sosial secara rasional sehingga adat/budaya tetap lestari sebagai sebuah jati diri namun tidak membebani dan menyebabkan kemiskinan di masyarakat. Dalam pendekatan holistik, pendekatan budaya sebagai roh yang menggerakkan pengembangan masyarakat sangat penting tanpa harus terjebak dalam pesta pora yang memabukkan dan memiskinkan. Dari pengalaman selama ini kita hanya sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi dan sering melupakan yang terpenting dalam hidup yakni bagaimana terwujudnya keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi disatu sisi dan tetap menjaga kelestarian lingkungan disisi lainnya.

Diharapkan dengan pendekatan holistik melalui titik masuk pelestarian DAS/hulu/hutan , pemberdayaan masyarakat benar-benar terwujud dan tidak menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan maupun kambing hitam dari pelaksanaan sebuah program.


YBT Suryo Kusumo

Email; tony.suryokusumo@gmail.com
www.adikarsagreennet.blogspot.com

Senin, 04 Agustus 2008

Mencoba menerapkan zero waste di rumah kontrakan di Kota karang Kupang NTT

Pada mulanya sekedar iseng membaca berbagai artikel yang dapat diakses di internet terkait bagaimana cara melestarikan lingkungan disekitar rumah kontrakan yang masih bisa untuk ditindak lanjuti dalam aksi nyata dan bukan hanya sekedar basa basi apalagi hanya tebar wacana.

Sungguh menarik ketika salah satu artikel yang terbaca terkait pelestarian lingkungan menantang diri untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa gembar gembor namun penuh dengan kesungguhan hati, secara hati-hati dan kedepan dapat menggugah pihak lain untuk menduplikasi melakukan hal yang sama minimal disekitar kota Kupang sehingga diharapkan dampaknya akan semakin meluas dan berakhir pada semakin membaiknya kualitas lingkungan seputaran kita.

Dalam sebuah blog pribadi Bapak Sobirin http://clearwaste.blogspot.com
kami belajar bagaimana sampah tidak lagi keluar rumah namun dikelola sedemikian rupa sehingga menjadi rumah yang benar-benar ‘zero waste’ istilah yang beliau perkenalkan.

Metoda yang digunakan pada awal sebelum mengenal blog beliau, pengomposan untuk memanfaatkan sampah organik hanya kami lakukan dengan cara menumpuk sampah organik tersebut disatu tempat untuk dibiarkan melalui proses alamiah menjadi humus, kemudian berkembang dengan mengkomposkan semua seresah, daun-daun kering maupun sampah organik lainnya menggunakan dekomposter dan ditambah dengan EM4 yang dibeli di toko pertanian. Sedang sampah plastik masih dengan cara dibakar.

Teringat perkataan Da’i yang sempat kondang namun kemudian tenggelam namanya yakni A’a Gym yang mengatakan sebaiknya segala sesuatu “Mulai dari diri sendiri, mulai dari apa yang dipunyai dan mulai sekarang juga”.

Maka dengan penuh semangat mulai dicoba di rumah kontrakan untuk memilah sampah menjadi 3 bagian yakni bagian yang dapat didaur ulang, sampah organik yang dapat dikomposkan dan sampah beracun
Namun ketika mengakses blog Pak Sobirin maka mulai berminat untuk belajar membuat sendiri MOL (Mikroorganisme Lokal) supaya tidak harus beli dan keluarkan uang terus menerus.

Disamping itu dalam bog dijelaskan bahwa ternyata pembakaran plastik justru berbahaya karena menghasilkan gas beracun sehingga disarankan untuk “memanaskan plastik” dan tidak membakarnya, meski sampai sekarang masih susah dilaksanakan dirumah karena yang membantu dirumah tidak sabar dengan semua proses ini yang butuh waktu lebih panjang dan tidak praktis dibanding dengan cara membakarnya.

Selain itu, kami mencoba membibitkan sendiri tanaman umur panjang dengan cara menyemai biji-bijian yang merupakan sisa dari yang kami makan seperti pepaya, srikaya, sirsat, jeruk keprok, mengkudu, jambu biji dll kedalam polibag/kantong plastik untuk dijadikan bibit tanaman dan sebagian sudah ditanam di kebun depan.
Bahkan untuk tanaman Cemara india sangat mudah untuk membibitkan, tinggal memungut biji yang jatuh dibawah pohon yang berwarna hitam dan menyemaikan langsung ke polibag maka akan tumbuh dan menjadi anakan yang dapat menghijaukan lingkungan kita sekaligus menambah nilai estetika sekitarnya.

Selain tanaman umur panjang, juga dikembangkan berbagai jenis Tanaman Obat Keluarga (TOGA) seperti Brotowali, Daun dewa, Mahkota Dewa, Sambiloto, Tapak Dara, Mengkudu, Sambung nyawa, Binahong, Meniran, Kumis Kucing, Keji Beling, Lidah buaya , Meniran, Petikan kerbau , Adpokat, Belimbing wuluh, Marongge/kelor dll.

Tanaman TOGA ini sangat membantu dalam menjaga kesehatan. Apalagi jika kami kebetulan terkena panas knalpot atau tersiram air panas, maka tinggal memotong daun Lidah buaya dan mengoleskan getahnya , langsung terasa adem serta tidak panas lagi dan hasilnya sangat menyenangkan karena luka tidak jadi melepuh.
Beberapa teman sering mengambil beberapa bagian tanaman obat untuk digunakan sebagai solusi pengobatan.

Bahkan ketika terkena batu ginjal, saya hanya merebus daun kumis kucing dicampur daun keji beling , kunyit dan meniran lalu diminum. Kemudian setelah beberapa hari jeda dari minum TOGA , dilanjutkan dengan makan buah apel 4 biji per hari selama 5 hari dan ternyata batunya keluar.

Namun sayangnya upaya yang dilakukan dalam menanam berbagai tanaman sering kandas karena ternyata meskipun lokasi rumah kontrakan berada didalam kota namun masih saja ada kambing yang dibiarkan berkeliaran memakan habis semua upaya penghijauan lingkungan tanpa ada sangsi yang tegas pada pemilik kambing.

Untuk menyiasatinya, kami menyeleksi tanaman apa saja yang tidak disukai kambing sehingga ketika ditanam/dibudidayakan tidak akan musnah dimakan, dan cara lainnya dengan meletakkan tanaman yang tidak disukai kambing sebagai pagar alami.

Saat ini meski memasuki musim kemarau dengan panas yang menyengat, namun disekitar rumah kontrakan kami terasa lebih adem, nyaman dan tidak terlalu panas berkat adanya beberapa pohon rindang dan tanaman bunga, maupun TOGA yang membuat suasana menjadi lebih sejuk, hijau dan asri meski berada dibebatuan karang yang meranggas.
Semua ini tidak lepas dari pemanfaatan kompos dan penerapan metode zero waste yang Pak Sobirin kenalkan sehingga meski tindakan ini bukan hal yang heroik, namun minimal telah mengurangi sampah kota, mengurangi pembakaran yang secara tak langsung juga ikut mengurangi pemanasan global yang menjadi penyebab perubahan iklim.

Dari langkah kecil diharapkan dapat berkontribusi pada perbaikan kualitas lingkungan bumi sebagai rumah kita bersama. Terima kasih Pak Sob, meski mungkin langkah ini tidak berarti untuk skala yang luas, minimal kami sudah memulainya. Bukankah untuk mencapai puncak gunung, hanya diperlukan langkah pertama dan tinggal terus melanjutkan secara konsisten dan persisten maka impian sampai di puncak gunung akan terwujud ?



Salam hijau

YBT Suryo Kusumo,
tony.suryokusumo@gmail.com.
www.adikarsagreennet.blogspot.com
www.adikarsaglobalindo.blogspot.com

Selasa, 15 Juli 2008

Menangkal krisis air di Kota Kupang, bisakah ?

Menarik apa yang diberitakan dalam Pos Kupang tertanggal 30 September 2004 mengenai hampir mengeringnya salah satu mata air yang menjadi salah satu pemasok air untuk PDAM Kupang di Oepura yang berdampak pada terganggunya kelancaran layanan distribusi air pada para pelanggan. Berita tersebut membuat kita sebagai warga koat Kupang merasa malu hati dan berintrospeksi untuk berbenah diri dan melihat arti strategis sebuah hutan yang berada dibagian hulu Kota Kupang yang berpengaruh dalam menjaga ketersediaan air bagi kelangsungan hidup seluruh warga yang mendiami Kupang. Sedang untuk Dinas Kehutanan di Kupang, berita tersebut seharusnya dijadikan PR (pekerjaan untuk rakyat) untuk tetap selalu menjaga keberadaan hutan berserta fungsinya dan menjadi fokus dan prioritas dalam penanganannya. Dinas Kehutanan bekerja sama dengan PDAM Kab Kupang maupun UPTD Air Bersih Kota Kupang sudah seharusnya mengkaji kembali kenapa banyak mata air yang tadinya tetap mengalir di musim kemarau, namun saat ini sudah mengering. Mungkin penyebabnya karena adanya penggundulan hutan maupun kurang terpeliharanya hutan yang berada dibagian hulu kota Kupang yang menjadi daerah tangkapan hujan (catchment area) karena kurang sadar dan kurang dilibatkannya masyarakat hulu dalam pengelolaan hutan.

Mata air berubah jadi air mata

Keberadaan kawasan hutan di bagian hulu Kota Kupang menjadi strategis, ketika kita membicarakan desentralisasi melalui otonomi daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat. Otonomi daerah akan berhasil apabila mengandaikan pemkab maupun pemkot dan masyarakat mau dan mampu mengelola SDA, dan SDM yang ada mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi , birokrasi yang profesional bebas KKN, adanya akuntabilitas kinerja pemkab maupun pemkot dan kontrol maupun akses dimiliki oleh rakyat terhadap eksekutip, legislatip dan yudikatip. Maka profesionalitas dinas kehutanan dan seluruh potensi yang ada di masyarakat (intelektual, agamawan, LSM, swasta dll) sangat diharapkan dalam mengelola hutan yang ada serta menumbuhkan kembali hutan yang terlanjur menjadi padang alang-alang/ sabana. Keberlanjutan dalam ketersediaan air maupun dalam mendapatkan/mengakses air untuk kebutuhan hidup yang layak, baik untuk minum maupun kebutuhan domestik bagi warga kota harus menjadi fokus layanan publik bagi Pemkab maupun Pemkot Kupang mengingat sampai saat ini layanan yang diberikan terkait dengan ketersediaan air masih jauh dari harapan warga kota.
Juga perlu diantisipasi sejak awal ketika kemungkinan terjadi pertambahan warga Kota Kupang secara cepat dan berlipat yang akan berdampak pada kecukupan penyediaan air bersih.

Salah satu fungsi yang sangat penting dari sebuah keberadaan kawasan hutan adalah kemampuannya menjaga daur hidrologis sehingga dapat membantu ketersediaan air di musim kemarau melalui mata air yang muncul akibat tersimpannya air oleh keberadaan kawasan hutan beserta tegakan pohon, maupun kemampuannya menghindarkan terjadinya banjir ketika musim hujan berlangsung. Air yang merupakan sumber kehidupan bagi mahluk hidup termasuk didalamnya masyarakat kota, keberadaan dan ketersediaannya tidak dapat tergantikan dan mutlak harus terpenuhi. Bahkan syarat mutlak tingkat kualitas kehidupan masyarakat salah satunya adalah ketersediaan air yang memenuhi kualitas layak minum dalam jumlah yang cukup tersedia. Tingkat kesehatan masyarakatpun sangat tergantung dari ketersediaan air yang cukup baik jumlah maupun kualitasnya untuk keperluan mandi, masak, minum, mencuci dan WC, bahkan untuk ternak yang kita pelihara. Sebaik dan semewah apapun sarana dalam rumah kita, apabila tanpa ketersediaan air yang cukup maka akan mengurangi kenikmatan kita sebagai penghuni.
Demikian pula dalam kaitannya dengan keindahan, kebersihan dan kenyamanan kota, sangat terkait dengan ketersediaan air. Taman kota yang hijau perlu dipelihara melalui penyiraman yang rutin ynag membutuhkan pasokan air yang cukup dan kontinyu, suasana hawa kota yang panas dapat dikurangi dengan adanya air mancur di tengah kota, kolam-kolam yang ditumbuhi bunga teratai dan ikan hias dapat memberi nuansa nyaman dst. Kendaraan roda empat maupun roda dua akan kelihatam bersih kalau dicuci secara rutin dan hal ini membutuhkan ketersediaan air yang cukup.

Maka keberadaan hutan dalam menyangga sebuah kawasan pemukiman sebagai penyedia air sungguh perlu diperhatikan. Jangan sampai kelengahan kita melestarikan hutan menjadi malapetaka yang menyebabkan mata air berubah menjadi air mata yang mengalir, karena susahnya memperoleh kebutuhan dasar berupa air dan kita cenderung melihat itu semua sebagai bencana yang berasal dari ‘Sang Pencipta’.

Senin, 14 Juli 2008

Pengembangan energi alternatip di NTT dalam kerangka memperlambat pemanasan global dan perubahan iklim, perlukah ?

Meski media terus menggaungkan masalah climate change atau perubahan iklim, namun hanya sedikit Pemda yang tertarik dengan isu ini. Mungkin karena dampak yang ditimbulkan tidak menyebabkan kerusakan besar, seketika dan dasyat seperti tsunami atau gempa bumi. Selain itu proses terjadinya perubahan iklim terjadi dalam kurun waktu yang panjang, sehingga persoalan perubahan iklim masih dianggap bukan persoalan yang mendesak/urgent yang membutuhkan tindakan segera.

Hal ini diperparah dengan kebiasaan pejabat dan masyarakat kita yang lebih cenderung reaktif daripada proaktif. Maka lengkaplah sudah penderitaan rakyat kecil, lemah dan miskin yang sementara ini didera dengan kenaikan harga sembako akibat BBM naik dua kali dalam pemerintahan SBY-Kalla, ditambah kecenderungan terjadinya kolusi dan nepotisme antara pengusaha dan penguasa yang cenderung mengarah ke bentuk negara kleptorasi yang penuh pencuri baik yang kasat mata maupun yang berdasi dan kelas tinggi (KKN).

Akibatnya rakyat kecil, lemah dan miskin meskipun telah terkendala dalam hal modal, teknologi dan informasi.harus siap-siap secara sendirian menghadapi perubahan iklim yang akan berdampak pada kehidupannya di banyak sektor baik pangan, kesehatan, ekonomi dll
Mitigasi dan Adaptasi
Dalam sebuah artikel berjudul Sektor Pertanian dan Perikanan Paling Rasakan Dampak Perubahan Iklim yang diakses dalam situs Jakarta’s Enviromment Parliament Wacth http://www.epwjakarta.org/index.php?option=com_content&task=view&id=6&Itemid=1Disampaikan bahwa sektor pertanian dan perikanan merupakan sektor yang paling merasakan dampak perubahan iklim. Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Dra Mesnellyarti Hilman MSc saat tampil sebagai pembicara sosialisasi perubahan iklim
Meski dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, namun bukan berarti tak ada jalan lain, tapi setiap individu atau masyarakat bisa mengambil peran dalam meminisir dampak dari perubahan iklim melalui upaya adaptasi dan mitigasi.
Dijelaskan, adaptasi dilakukan penyusuaian dengan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi resiko dampak perubahan iklim melalui perubahan pola pembangunan,”Di Negara seperti Pakistan sudah dilakukan antisipasi didaerah di pesisir dengan cara membangun pemecah gelombang air laut. Demikian juga di Cina, tanaman mangrove dijadikan sebagai penahan gelombang tzunami. Ini sudah terbukti saat terjadi tzunami di di Aceh,”ungkapnya.
Posisi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dan merupakan negara kepulauan menjadikan Indonesia sangat rawan terhadap efek perubahan iklim.”Kita sangat rentan terhadap perubahan iklim. Masalah yang dihadapi adalah peralatan perkiraan cuaca masih minim di Indonesia,”paparnya.
Secara sederhana adaptasi lingkungan dilakukan dengan membiasakan diri menaman pohon dan hindari menebang pohon terutama di daerah berbukit agar tidak terjadi tanah longsor dan diharapkan keberadaan pohon tersebut bisa menyerap polusi udara, budayakan hidup bersih dengan cara membuang sampah pada tempat yang telah disediakan.
Selain itu, upayakan membuat sumur resapan atau bak untuk menampung air hujan, serta menghindari daerah pemukiman di lereng bukit. Bagi pelaut, petani dan yang akan melakukan perjalanan jarak jauh, carilah informasi ramalan cuaca dan musim sebelum beraktifitas.
Sedangkan kegiatan mitigasi dilakukan sebagai salah satu upaya menurunkan efek gas rumah kaca sehingga dapat memperlambat laju pemanasan global. Yang bisa dilakukan untuk meredam laju kenaikan suhu bumi yaitu melalui pengembangan etika hemat energi dan ramah lingkungan. (cetak miring dan tebal oleh penulis)
Tidak konsumtif, mengurangi dan mengelola sampah, pengelolaan hutan secara berkelanjutan, menekan terjadinya kerusakan dan kebakaran hutan. Di sektor transportasi dilakukan dengan cara efisiensi penggunaan transportasi misalnya pemakaian kendaraan bermotor yang boros bahan bakar hendaknya semakin dikurangi yang juga dibarengi dengan upaya perancangan peraturan secara ketat untuk mengurangi pencemaran udara dalam berbagai bentuk..
Upaya lainnya adalah penghematan pemakaian listrik konsumsi rumah tangga perlu terus diupayakan terutama bila pembangkit listriknya mempergunakan bahan bakar diesel/batu bara.
Saat belanja, pilih produk dengan kemasan minimal untuk mengurangi sampah, dan bawahlah tas belanja sendiri agar meminimalkan penggunaan kantong plastik. Sebagai konsumen, kita harus kritis melakukan penolakan untuk mepergunakan barang konsumsi dan peralatan yang masih mempergunakan Kloroflourkarbon (CFC) dalam produknya karena saat kita memakainya tak ubahnya kita menyediakan tali untuk menjerat leher kita sendiri dimasa mendatang karena CFC merusak lapisan ozon. CFC adalah sekelompok gas buatan yang diperkenalkan oleh General Motors, perusahaan mobil Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Bahan CFC banyak dijumpai pada peralatan pendingin (Kulkas, AC) serta tabung penyemprot parfum.
Serta menggiatkan pelestarian hutan dan reboisasi, karena keberadaan hutan ternyata berfungsi luar biasa dalam menyerap gas CO2 sehingga dapat memperlambat penimbunan gas-gas rumah kaca. Dalam kesempatan tersebut, Nelly mengharapkan agar organisasi profesi dan LSM yang hadir dalam pertemuan bisa mengambil peran dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.”Guru sangat berpotensi untuk merubah budaya, perilaku, dan kebisaan murid. KLH mengembangkan pelatihan untuk guru-guru juga masih punya bahan-bahan berupa dongeng-dongeng khas, demikian juga profesi lainnya bisa mengambil peran sesuai potensi masing-masing dalam kampanye perubahan iklim,”harapnya.
Kepekaan pembuat kebijakan publik

Tidak semua hal harus dan bisa dilakukan secara bersamaan karena terbatasnya SDA dan SDM, sehingga dibutuhkan prioritas dalam pembangunan NTT, demikian yang sering disampaikan dalam setiap pernyataan pejabat ketika berhadapan dengan permintaan rakyat miskin dalam kunjungan turbanya ke daerah..

Dalam momentum terpilihnya pemimpin baru NTT, diharapkan suara rakyat yang menjerit meski lirih harus dan terus mendapat perhatian.

Salah satu bidang yang perlu ditangani secara serius di NTT adalah tersedianya energi yang murah namun ramah lingkungan bagi rakyat miskin.

Kita semua tahu konsumsi energi rakyat miskin memang masih relatip paling rendah namun sangat berpotensi merusak lingkungan seperti penggunaan kayu bakar dari hasil menebang pohon untuk konsumsi dapur rumah tangganya dan minyak tanah untuk penerangan.Disamping itu jumlah rakyat miskin di NTT cukup besar mengakibatkan potensi sumbangan perilaku rakyat miskin terhadap pemanasan global dan perubahan iklim tidak dapat diabaikan begitu saja.

Menjadi kewajiban Pemda (Tk I, Pemkab dan Pemkot) untuk memikirkan penyediaan energi alternatip yang murah namun ramah lingkungan sehingga mampu menyumbang terhadap pengurangan dampak pemanasan global dan perubahan iklim.

Disini kepekaan pejabat publik baik eksekutip maupun legislatip diuji, apakah pengalokasian dana APBD akan berpihak rakyat miskin atau sebaliknya lebih untuk membeli segala keperluan dirinya seperti mobil dinas, laptop, SPJ dll?

Kita dapat mengamati, betapa banyak potensi energi alternatip seperti biogas (dari kotoran ternak dan manusia), energi angin, energi surya, panas bumi dll di NTT.
Namun selama ini kita belum melihat kesungguhan Pemda untuk mengalokasikan sejumlah dana dalam APBD untuk penyediaan perangkat penerangan untuk rakyat mskin seperti PLTS (Pembangkit listrik Tenaga Surya), pemasangan kincir angin untuk sumber energi, teknologi pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas (untuk memasak dan penerangan rumah ) dll.

Ketika Pemkot di Jawa mencanangkan konversi minyak tanah dengan gas elpiji dikalangan masyarakat untuk mengurangi subsidi BBM yang melambung, maka seharusnya Pemda NTT juga tidak ketinggalan mencanangkan pemanfaatan biogas dari kotoran sapi karena NTT terkenal dengan gudang ternak sapi.
Selain ramah lingkungan dan hemat, pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas berdampak pada dikandangkannya ternak sapi sehingga tidak lagi menjadi hama yang memakan tanaman produksi dan dampak lanjutannya program pertanian dapat berjalan dan berhasil karena tanpa gangguan.

Manfaat tambahan lainnya kotoran sapi sisa dari proses produksi biogas dapat berfungsi menjadi pupuk organik yang selain dapat memperbaiki steruktur tanah, menambah kesuburan tanah, yang tak kalah penting untuk daerah semi arid seperti NTT adalah meningkatnya kemampuan mengikat air sehingga air dapat tersimpan dalam waktu yang cukup lama, menambah kelembaban tanah serta mampu menyimpan air lebih banyak. Kita semua tahu, salah satu masalah krusial dalam area semi arid adalah curah hujan yang banyak dalam kurun waktu singkat sehingga penambahan bahan organik dari pemanfaatan kotoran sapi akan sangat berarti dalam membantu memanen air.

Apalagi jika ada kesungguhan dari para pejabat publik untuk membantu pendanaan yang cukup dalam memanen air seperti pembuatan Bak PAH (Penampung Air Hujan), Embung, Chek dam, penegmbangan saluran irigasi dll.

Dengan pengembangan energi biogas baik untuk kompor dalam memenuhi konsumsi rumah tangga maupun untuk penerangan rakyat miskin, maka efek dominonya selain sapi dikandangkan adalah meningkatnya kesuburan lahan yang akan berakibat meningkatnya produksi pangan seperti jagung melalui teknologi sederhana “olah lubang” sehingga meningkatkan ketahanan pangan dari sisi ketersediaan produksinya.

Memang dibutuhkan dana bergulir untuk memberi kredit sapi pada rakyat miskin yang tidak mudah dilakukan karena pasti ada keraguan apakah akan kembali atau hilang begitu saja. Disini dibutuhkan kecerdasan dan keberanian dari para pejabat publik untuk tetap mempercayai rakyat miskin untuk keluar dari kemiskinannya namun sekaligus memberi pendampingan yang cukup intensip sehingga kesalahan seperti yang pernah terjadi di masa lalu tidak terulang kembali.

Masalah yang dihadapi rakyat miskin, selain kekurangan modal dan informasi adalah belum berubahnya mindset/pola pikir yang cenderung belum cerdas secara finansial, minimnya jiwa wirausaha , sikap hidup boros dan berjiwa kolot karena terbatasnya akses informasi. Perlu ada pendampingan yang mampu merubah mindset tersebut melalui berbagai startegi baru dalam proses pemberdayaan rakyat miskin. Untuk itulah kita semua para-pihak (stakeholder) baik dari kalangan intelektual, jurnalis , bisnis dan pejabat publik dll terpanggil untuk bersama rakyat miskin merubah keadaan melalui penyadaran dan kebersamaan dalam mencari solusi menuju sejahtera.

Selamat berkarya untuk semua pihak yang peduli pada kemajuan NTT, dan selamat untuk Nahkoda baru NTT dalam mewujudkan Visi, Misi dan janjinya pada saat kampanye.


YBT Suryo Kusumo

tony.suryokusumo@gmail.com
www.adikarsaglobalindo.blogspot.com
www.adikarsagreennet.blogspot.com

Minggu, 13 Juli 2008

Global warming dan climate change, hantu disiang bolong atau prediksi ilmiah yang akan jadi kenyataan ?

Bagi kebanyakan masyarakat, global warming atau yang lebih dikenal dengan pemanasan global dan perubahan iklim mungkin hanya sekedar “breaking news” atau berita selintas yang kemudian dilupakan.

Mudah-mudahan hal ini tidak berlaku bagi para pemimpin NTT (pejabat , pemuka agama, budaya, akademisi, jurnalis, pengusaha, LSM dll) yang diharapkan masih terus punya komitmen untuk ikut berkontribusi terhadap berkurangnya pemanasan global maupun perubahan iklim.

Praksis (take action) dalam keseharian

Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat terhadap pengurangan pemanasan global ? Mungkin ini pertanyaan yang sering diajukan kepada para pakar lingkungan, namun sebenarnya pertanyaan yang lebih penting adalah apakah masyarakat luas di NTT telah memahami apa yang dimaksud dengan pemanasan global maupun perubahan iklim dan dampak negatipnya bagi kelangsungan hidup kita di NTT ke depan ?

Anak saya yang masih duduk di SD tidak terlalu paham dengan istilah tersebut karena mungkin tidak terlalu dibahas didalam kelas atau mungkin tidak masuk dalam bahasan mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum, padahal seandainya kita semua mau mencermati akan dampak negatipnya yang sungguh luar biasa bagi kelangsungan peradaban manusia dibumi, maka pasti kita akan semakin peduli dan akan segera bertindak sesuai dengan kemampuan yang ada.

Orang bijak mengatakan “sedia payung sebelum hujan” meskipun masyarakat kita lebih suka sebaliknya yakni mencari tempat berteduh atau payung/jas hujan setelah hujan turun. Kebiasaan sikap re-aktip masyarakat kita tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus digantikan dengan sikap pro-aktip.

Menjadi pertanyaan, siapa yang harus mensosialisasikan terkait pemanasan global dan perubahan iklim ini kepada masyarakat luas di NTT ?

Musuh peradaban telah ada dimuka bumi yakni perilaku kita semua sebagai penghuni bumi yang terus saja membuang emisi berupa gas CO2 ke udara karena gaya hidup kita yang kurang peduli pada kelestarian bumi.

Dalam salah satu topik pembicaraaan Perpektif Wimar di websitenya Wimar Witoelar http://www.perspektif.net/indonesian/article.php?article_id=857), Dr. Armi Susandi ahli perubahan iklim dari Fakultas Kebumian dan Teknologi Mineral ITB mengatakan “Akibat dari pemanasan global bukan hanya dirasakan daerah pesisir , bahkan ada negara yang juga terancam bisa hilang seperti Tuvalu”.
Secara singkat Dr Armi menjelaskan bahwa dunia menjadi panas karena tertutup co2 yang disebabkan antara lain pembakaran bahan bakar fosil. “tahun 2035 kita ke bandara Soekarno Hatta harus naik perahu”, tuturnya. Energi alternatif mungkin bisa menjadi sebuah solusi tapi dengan konsekuensi akan membuat harga pangan melambung tinggi, seperti yang sekarang terjadi
Lebih lanjut beliau mengatakan fenomena ini ditandai beberapa hal seperti curah hujan yang tinggi ketika musim hujan, dan kemarau yang panjang setelahnya. Menurut Armi, jika terjadi perubahan cuaca maka penyakit akan muncul. Biasanya kita mengalami dua kali perubahan cuaca dalam satu tahun, sekarang bisa tiap hari terjadi perubahan cuaca yang berarti penyakit juga akan sering muncul. “Untuk itu peran pemerintah sebagai sumber informasi dan sosialisasi sangat penting”
Solusi yang ditawarkan adalah selain mencari energi alternatif, upaya penghijauan adalah solusi lain yang paling efektif. Karena disamping menyerap air, tumbuhan juga dapat menyerap co2. Indonesia tampaknya menjadi harapan dunia untuk masalah ini, selain memiliki hutan tropis yang besar, kita juga memiliki laut yang luas dimana tumbuhan laut didalamnya memiliki kemampuan menyerap co2 lebih besar dari tumbuhan di darat.
Dari gambaran dan penjelasan Dr. Armi Susandi diatas menjadi lebih jelas bagi kita masyarakat NTT apa saja yang dapat dilakukan untuk ikut mengurangi pemanasan bumi secara global.
Kebiasaan perladangan berpindah dn tebas bakar dalam membuka lahan di bumi Flobamora selain merusak lingkungan sekitar , secara tidak langsung juga turut andil dalam menambah emisi CO2 ke udara. Padahal sebenarnya pola pengelolaan lahan secara berpindah dan tebas bakar dapat digantikan dengan pola pertanian secara menetap tanpa harus membakar lahan dan teknologinyapun sangat sederhana dan mudah .
Apakah para Bupati dan Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan diwilayah Flobamora berani mendeklarasikan komitmen mereka untuk mampu menjadikan perubahan kebiasaan perladangan berpindah dan tebas bakar tersebut sebagai target kinerja dan menggantikannya dengan pola yang lebih lestari yakni pertanian berkelanjutan dengan konservasi lahan untuk lahan miring ? Pasti hal ini harus mendapat dukungan politik dari anggota DPRD setempat yang dituangkan dalam bentuk PERDA.
Para politisi DPRD Tk II dan Pemkab seharusnya tidak lagi berkutat hanya dengan permasalahan yang ada dirumah tangganya sendiri yakni dilingkup kabupaten, tetapi sebaiknya terus memperluas wawasan bahwa sebagai penghuni rumah yang sama yakni BUMI maka sudah selayaknya ikut memikirkan kontribusi apa yang dapat disumbangkan setiap Pemkab di bumi Flobamora ini secara nyata bagi pengurangan panas bumi secara global

Kita harus berpikir global, namun bertindak lokal, dan cara yang termudah pilihannya antara lain adalah;
0. Menyelamatkan dan melestarikan hutan yang masih bisa diselamatkan,
1. Melakukan penghutanan kembali hutan yang terlanjur rusak,
2. Memberantas pembalakan liar,
3. Mengajak warga masyarakat menghijaukan lingkungannya dengan menanam dan memelihara pohon-pohon yang sudah ada .
4. Mengajak seluruh perkantoran pemerintah untuk memberi contoh gerakan bersama peduli lingkungan hijau dan sejuk melaui penanaman pohon dikantornya maupun dirumah PNS,
5. Setiap dinas diserahi pengelolaan satu areal taman, seperti yang diterapkan di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, memperbanyak hutan kota di ibukota kabupaten maupun kecamatan,
6. Memasukkan muatan lokal (mulok) dalam pendidikan formal yang dimulai dari tingkat SD,
7. Mengomposkan sampah organik dan diajurkan untuk tidak membakarnya, mengurangi pemakaian kendaraan bermesin (motor, mobil) yang dirasa tidak terlau mendesak,
8. Mengatur transportasi publik seperti angkot/mikrolet , bus kota dan bus antar kota secara lebih efisien dan efektip.
9. Mengurangi pemakaian listrik
10. Merawat mesin dengan baik sehingga pembakaran sempurna dan hemat BBM
11. Dll

Kita sebenarnya bisa menghitung berapa pemborosan yang diakibatkan oleh banyaknya bus antar kota yang penumpangnya meski sangat sedikit namun harus terus berjalan , misalnya dari Kupang ke Atambua ? Kenapa tidak diatur sedemikian rupa per satuan waktu sehingga bus antar kota bisa dibatasi jumlahnya dan tidak terjadi pemborosan BBM, onderdil, waktu dan tenaga, juga dengan mengurangi jumlah armada bus yang disesuaikan dengan kapasitas penumpang maka akan mengurangi kepadatan lalu lintas dan peluang terjadinya kecelakaan. Berapa banyak gas buangan CO2 yang dapat dikurangi sehingga ikut menyumbang dalam mengurangi buangan emisi ke udara yang berarti ikut mengurangi pemanasan global ? Demikian pula dengan moda angkutan lainnya seperti angkutan ojek, angkota, kapal dll.

Pemuka agama telah menyerukan dan memasukkan agenda peduli lingkungan berupa tanam pohon pada jemaatnya, namun sayangnya seringkali himbauan ini hanya berhenti sebatas mimbar seperti halnya gerakan yang dicanangkan secara masal oleh pemerintah sering hanya menjadi gerakan sesaat karena belum didasari oleh kesadaran diri pribadi akan arti penting tindakannya.

Mendidik anak sejak usia dini dengan pemahaman yang utuh terkait lingkungan dan masuk menjadi muatan pelajaran dalam kurikulum sekolah menjadi sangat strategis untuk membentuk kepribadian warga yang sadar dan peduli lingkungan dimasa mendatang. Anak-anak merupakan harapan kedepan karena sangat sulit merubah watak orang dewasa yang sudah terlajur tidak peduli dengan lingkungan. Memang umur boleh dewasa, tetapi ketika membuang sampah secara sembarangan apakah mencerminkan kedewasaan ? Anak kecilpun kalau dibiasakan bisa buang sampah ditempatnya.

Jadi masalahnya apakah kita sebagai orang dewasa tidak tahu atau tidak mau tahu terkait pemanasan global dan perubahan iklim ?

Sayang sekali jika bumi yang kita diami yang hanya satu dan tak tergantikan ini terus saja dicemari dan dihancurkan oleh kita sebagai manusia yang katanya mahluk yang paling beradab namun dipertanyakan “keberadabannya” karena ketidak pedulian kita terhadap kerusakan lingkungan.

Jadi kalau bisa dibuat gampang, kenapa harus cari alasan pembenaran terus menerus ? Mulailah dari apa yang ada, mulai dari diri sendiri dan mulailah sekarang juga, lebih baik terlambat daripada tidak melakukan apa-apa.

Salam hijau,

YBT Suryo Kusumo
tony.suryokusumo@gmail.com

Menghijaukan batu berkarang Kupang menjadi kota ramah lingkungan

Siapa yang baru saja datang dan menjejakkan kaki di kota Kupang pasti akan terperangah melihat tonjolan batu karang meranggas diseantero kota terutama pada saat setelah memasuki musim panas.

Kota Kupang memang akan terlihat lebih hijau ketika musim hujan dimana rumput, semak dan pepohonan seolah berlomba untuk terus tumbuh dengan suburnya setelah hampir 9 (sembilan) bulan mengalami kekeringan yang gersang dan panas.

Namun bagi warga kota hal seperti ini sudah menjadi kelaziman dan bukan hal yang aneh, sudah terbiasa dengan aroma hawa panas yang menyengat, tiupan angin kering nan kencang di musim panas dan meranggasnya beberapa pohon naungan dipinggir jalan.

Tantangan untuk siapa ?

Menjadikan Kota Kupang lebih ramah lingkungan, lebih hijau dan terasa lebih sejuk merupakan tantangan bagi seluruh para-pihak /stake holder . Dalam era pemanasan global dimana konferensi internasionalnya baru saja terselenggara di Bali, peran apa yang dapat kita mainkan untuk mengurangi pemanasan global ? Atau yang lebih luas lagi, kontribusi apa yang dapat disumbangkan wraga kota dan Pemkot dalam menjadikan Kupang sebagai kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan ?

Mengandalkan Dinas Tata kota dan Pertamanan untuk secara sendirian menata Kota Kupang menjadi lebih menawan terasa kurang pas, karena di alam demokrasi, partisipasi dan keterlibatan aktip warga kota sangat diharapkan sebagai si empunya kota. Sudah bukan jamannya lagi untuk meletakkan semua persoalan kota dipundak Pemkot.

Yang masih menjadi pertanyaan, seberapa jauh warga dilibatkan dalam setiap pengembangan kota terutama dalam menjadikan kota Kupang sebagai kota yang ramah lingkungan ?

Peran dan tanggung jawab Dinas Pertamanan dan Tata Kota perlu disampaikan kepada warga demikian pula sosialisasi programnya perlu terus dilakukan. Perlu ada dialog interaktip anatar warga disatu sisi sebagai empunya kota dan disisi lain sebagai pihak yang harus dilayani oleh Pemkot, sehingga ada titik temu dalam pembagian peran yang jelas dalam mewujudkan kota yang asri. Perlu ada edukasi/ penyadaran terus menerus kepada seluruh warga kota tentang arti penting menjaga keindahan taman, menjaga kebersihan kota, menjaga fasilitas kota untuk kebaikan seluruh warga kota.

Tidak perlu lagi untuk saling menunggu apalagi saling menyalahkan satu dengan yang lain sehingga suasana kota menjadi lebih bersih, nyaman, asri dan membuat wraga kota bangga dan betah dengan keberadaan kotanya.



Pengelolaan lingkungan seputar rumah

Salah satu tindakan yang paling kecil, mudah dan nyata bagi warga kota adalah menata dan membersihkan lingkungan disekitar halaman rumahnya maupun diluar halaman sebatas yang masih menjadi tanggung jawabnya seperti misal membersihkan rumput dan menanami dengan tanaman bunga/hias.

Warga bisa memulai dengan membuat kompos dari sampah organiknya dan memanfaatkannya sehingga lahan menjadi lebih subur dan hijau, selain dapat mengurangi pencemaran karena tidak perlu dibakar dan meningkatkan kesegaran udara yang kita hirup.

Kalau mau lebih jauh , warga bisa dilibatkan dalam pembibitan tanaman penghijauan secara swadaya dengan difasilitasi oleh dinas terkait semisal Dinas Kehutanan untuk dibagikan kepada tetangga atau handai taulan sanak kerabat.

Pemanfaatan pekarangan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah satu teknik yang dapat diterapkan untuk lahan yang terbatas adalah vertikultur yakni menggunakan rak tanaman keatas untuk menghemat ruang.

Selain itu pemanfaatan polybag/kantong plastik sebagai media tanam di batu berkarang juga dapat dilakukan meski ada sedikit kendala terutama harus menyiapkan sedikit dana untuk pembelian polybagnya.

Pemanenan air dengan berbagai teknik sederhana perlu dilakukan sebagai bagian dalam mewujudkan kota Kupang yang cukup air namun tidak kebanjiran maupun kekeringan.

Yang menjadi tantangan bersama adalah bagaimana aksi nyata mencintai lingkungan dapat menjadi gerakan bersama warga yang difasilitasi Pemkot.

Mesin birokrasi Pemkot dari tingkat RT  RW  dan Kelurahan maupun gerakan PKK dan Pramuka seharusnya dapat memutar roda aksi peduli lingkungan untuk terus menggema diseluruh kota sebagai program reguler dan bukan sekedar menjadi trend yang sesaat.


Pengembangan tabulapot

Di beberapa tempat sudah ada beberapa warga yang mengembangkan tanaman buah dalam pot . Selain teknologinya mudah, apabila kebiasaan mengembangkan tabulapot ini dapat menjadi gerakan bersama, maka selain menambah hijaunya lahan berkarang, juga akan terus menyediakan sumber vitamin dari hasil buahnya. Tabulapot juga tidak memakan tempat dan cocok dikembangkan dilingkungan padat penduduk. Pemkot dapat menfasilitasi pengadaan bibit tanaman buahnya yang cocok dikembangkan didaerah panas seperti mangga, belimbing, jambu air dll.


Pengembangan potensi laut

Pantai Lasiana yang menjadi tumpuan lokasi wisata yang berada dekat kota, murah dan meriah sebenarnya dapat dijadikan pilot proyek pengembangan pantai yang ramah lingkungan. Sayang hampir puluhan tahun Lasiana terkesan dibiarkan dikelola dengan cara seadanya dan kurang profesional. Alangkah bijak jika Lasiana sebagai etalase kota dari sisi pantai dapat dikelola dengan profesional dan dilengkapi dengan berbagai ragam permainan anak yang edukatip meski tidak semegah Taman Impian Jaya Ancol. Tempat berteduh yang sering tumbang dan cenderung tidak terkelola secara baik, tingkat kebersihan yang masih perlu ditingkatkan dll menjadi PR bersama.

Pembudidayaan rumput laut
Terlihat trend pengembangan rumput laut ada dimana-mana di NTT termasuk di pantai Kota Kupang. Permintaan pasar dengan harga yang layak menarik banyak pihak untuk ikut menangguk keuntungan dari potensi laut yang ada didepan mata. Hal ini sangat baik dilihat dari sisi ekologis karena tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup terbagi merata antara daratan dan laut sehingga diharapkan tercipta keseimbangan ekologis dalam mengelola potensi alam. Pemanfaatan pantai untuk rumput laut perlu dikaji mendalam termasuk dampaknya terhadap lalu lintas perairan. Selama memberi dampak positip, maka pengelolaan rumput laut juga memberi kontribusi terhadap kebersihan pantai sekaligus menjadi sandaran hidup bagi warga disekitarnya.



Menata kembali jalur hijau

Yang tak kalah penting dalam membuat hijau kota Kupang adalah bagaimana menata kembali jalur hijau yang ada sehingga mampu berperan sebagai paru-paru kota yang mampu membersihkan segala kotoran yang menyesakkan dada. Keindahan pantai sepanjang Pasir Panjang sebenarnya akan lebih menonjol apabila pohon-pohon yang menutupi keindahan pantai digantikan dengan tanaman perdu.semak maupun tanaman hias beraneka sehingga terlihat panorama pantai dengan deburan ombak dan kilap pasirnya terlihat secara jelas dari jalan raya yang ada disisinya. Sayang sebagian jalur hijau telah beralih fungsi menjadi kawasan peruntukan bisnis. Masalah pengelolaan taman-taman kota perlu ditingkatkan, perlunya menjaga kebersihan area publik dan juga masih banyaknya rumput liar yang menghiasi wajah kota terutama seputaran Penfui dan Walikota Baru menjadi fokus untuk dicarikan solusinya. Sayang apabila diantara jalan berhotmix dan merupakan jalan protokol masih dijumpai rumput dan tumbuhan liar yang dibiarkan merusak pemandangan kota.

Inilah tantangan bersama kita sebagai warga kota, bukan untuk mendapat pernghargaan Adi pura yang pura-pura adi, tetapi demi peningkatan kualitas kehidupan kita sebagai warga kota.

Selamat berkarya Walikota Kupang dan jajarannya, Tuhan memberkati.
Kami semua menunggu janji perubahan yang membuat “hidup menjadi lebih hidup”.

YBT Suryo Kusumo

Pemerhati kehidupan, warga Kota Kupang

tony.suryokusumo@gmail.com

Kepedulian dan kontribusi warga menjaga kelestarian lingkungannya

Di negeri kita Indonesia, begitu banyak orang yang mengetahui perlunya menjaga kelestarian lingkungan, namun sayangnya kebanyakan masih dalam taraf pengetahuan saja dan belum menjadi pemahaman bersama yang diikuti dengan tindakan nyata berupa gerakan bersama melestarikan lingkungan.
Kita dapat melihat dalam hidup keseharian, betapa banyak hal-hal yang sederhana yang seharusnya dapat dilakukan masyarakat, namun tetap saja tidak dilakukan sebagai sikap keseharian.
Bahkan terkait dengan hidup berbangsa dan bernegara , berbagai UU terkait lingkungan hidup telah mengatur terkait kelestarian lingkungan.
Salah satunya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 6 Ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup."


Kebersihan adalah sebagian dari iman

Dibeberapa tempat antara lain seperti di terminal bus tertempel tulisan yang sangat menarik yang berbunyi “Kebersihan adalah sebagian dari iman”
Kita diajak sekaligus ditantang untuk membuktikan kalau kita benar-benar mengaku sebagai orang yang beriman, maka sudah selayaknya perilaku dan sikap kita memberikan kontribusi yang positip terhadap terjaganya dan meningkatnya derajat kebersihan di lingkungan kita.

Tidak usah jauh-jauh, mari kita mulai bertindak dari “menjaga kebersihan disekitar kita”.
Sebagian besar warga mengetahui bahwa membuang sampah sembarangan adalah tindakan yang tidak terpuji dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap kelestarian lingkungan. Namun kalau kita amati, berapa persen dari para perokok yang membuang putung rokok di tempat sampah ? Bahkan dikawasan elit seperti bandara masih banyak para perokok yang dengan entengnya membuang putung meski tampilan fisiknya perlente dan intelek. Belum lagi kebiasaan untuk mentaati larangan merokok di area publik. Sering terlihat begitu tidak sopan dan cueknya para perokok mengepulkan asapnya tanpa merasa bersalah mekipun keberadaan seseorang yang ada disampingnya sangat merasa terganggu dengan kepulan asap rokoknya. Apalagi bagi mereka yang tidak merokok, apabila menghisap asap rokok atau yang dikenal dengan perokok pasip akan menanggung resiko yang lebih besar dibanding perokok itu sendiri. Artinya kalau warga bangsa ini sadar begitu banyak aspek negatip dari kebiasaan merokok baik terkait kesehatan badan, kesehatan ekonominya, kebersihan lokasi dan udara, maka sudah selayaknya kampanye anti rokok didukung oleh sebagian besar warga.

Pengalaman ketika transit di bandara Juanda Surabaya, terlihat betapa cueknya sebagian besar penumpang dalam menjaga kebersihan bandara, Terlihat beberapa penumpang meninggalkan begitu saja sampah-sampah di kursi tanpa mau membuang ditempat sampah meski keberadaan tempat sampah hanya berada disampingnya. Mereka tidak peduli pada kebersihan dan tidak menghargai jerih payah para petugas kebersihan yang dengan sekuat tenaga menjaga tingkat kebersihan bandara yang bertaraf intenasional.

Menjadi pertanyaan yang menarik, sebenarnya tindakan para pelaku buang sampah sembarangan ini karena ketidaktahuan atau karena memang tidak mau tahu alias bebal ?

Kita juga dapat melihat terkait permasalahan banjir yang kita semua tahu salah satu penyebabnya adalah banyaknya warga yang membuang sampah sembarangan sehingga menyumbat atau mengurangi kapasitas saluran darinase/pembuangan dan juga mendangkalkan daerah tampungan air. Namun kegiatan buang sampah sembarangan tidak semakin menurun, terbukti masih terus beroperasinya alat pengeruk sampah di sungai maupun di daerah tampungan air dan pengerukan setiap tahun pada saluran pembuangan.

Belum lagi apabila dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkan karena adanya tumpukan sampah yang dapat menyebabkan bau yang tidak sedap, munculnya wabah berbagai penyakit dll.

“Pertanyaannya, apa yang salah dengan masyarakat kita yang meski sudah tahu akibat buruk dari aktivitas membuang sampah sembarangan namun tetap saja melakukannya ?”


Pembelajaran dari usia dini dan dari keteladanan

Memang masalah menanamkan sikap kepedulian terhadap kelestarian lingkungan bukan hal yang mudah namun bisa dilakukan.
Yang pertama dilakukan adalah kesadaran dari diri kita sebagai bagian dari ekosistem untuk menjaga keseimbangan ekosistem dunia yang kita huni. Kita harus memulai dari sekarang juga, dari diri kita sendiri tanpa harus menunggu saat yang tepat untuk melakukannya. Yang paling mudah adalah menanamkan keadaran dalam diri kita sendiri bahwa perilaku membuang sampah sembarangan bukan hanya permasalahan melanggar hukum manusia tetapi juga melanggar dari aturan norma moral karena selain membuat lingkungan menjadi tidak indah dan nyaman, juga membahayakan bagi sesama lainnya, menimbulkan pencemaran baik di air, darat maupun udara yang dapat menyebabkan turunnya kualitas kehidupan manusia maupun hewan lainnya.Kita hanya diingatkan oleh diri kita sendiri untuk menyimpan dulu dan bertahan untuk tidak membuang dulu sampah sembarangan apabila belum ditemukan tempat sampah yang disediakan.

Pengalaman ketika naik kapal di laut, begitu mudah para penumpang, bahkan juga ABK membuang sampah ke laut, seolah-olah tidak akan terjadi dampak negatip, padahal kita tahu dampak negatip sampah plastik yang dapat merusak binatang laut berupa terumbu karang yang berfungsi dalam mengatur keseimbangn ekosistem laut. Banyak diantara kita masih menganggap bahwa laut adalah “tempat buangan sampah yang sangat luas” yang dengan seenaknya kita bisa membuang sampah tanpa perlu merasa bersalah.

Demikian pula dengan keberadaan sungai yang seperti halnya laut , masih dianggap sebagai tempat buangan sampah yang “meluas dan memanjang”. Bahkan yang lebih mengenaskan, masih banyak pemilik pabrik disepanjang sungai yang mengambil jalan pintas membuang limbah berbahaya ke sungai hanya demi pertimbangan efisiensi biaya semata karena tidak perlu mengolah limbah, tanpa mau berpikir panjang bahwa tindakannya akan sangat membahayakan warga disepanjang sungai yang memanfaatkan air sungai, padahal mereka tahu fungsi sungai salah satunya adalah menyediakan bahan baku untuk air bersih dan juga dapat digunakan sebagai jalur transportasi. Kita masih ingat pelaksanaan PROKASIH (Program Kali Bersih) yang pernah dicanangkan pemerintah dijaman ORBA salah satunya di Kali Ciliwung ternyata tidak berkelanjutan karena tidak didukung dan menjadi bersama gerakan warga Jakarta dan sekitarnya yang dilewati Kali Ciliwung.
.

Kebiasaan membibitkan dan menumbuhkan tanam

Sejak usia dini sebaiknya anak-anak kita sudah dikenalkan dengan lingkungan, diajak mengamati dan meneliti alam, mengenal lebih dekat dengan alam ciptaan TUHAN.
Kecintaan terhadap alam harus terus ditumbuhkan dengan jalan memelihara tanaman, membibitkan berbagai tumbuhan dan tanaman, menanam dan menumbuhkannya sehingga mempunyai fungsi yang positip dalam menunjang keberadaan bumi yang kita tumpangi. Pendidikan diusia dini seperti PAUD, TK, SD, SMP sudah selayaknya mengajarkan betapa pentingnya berperilaku positip dan berkontribusi dalam ikut serta melestarikan alam melalui tindakan keseharian yang gampang semisal membuang sampah ditempatnya, menghijaukan lingkungan sekolah dll. Kebiasaan Romo Mangun yang selalu melempar biji apa saja untuk supaya tumbuh merupakan bukti kecintaan beliau pada lingkungan. Tidak perlu kita muluk-muluk menanam sampai ribuan pohon, namun apabila sebagian besar warga negara sadar bahwa kecintaan kepada bumi pertiwi diwujudkan salah satunya melalui menumbuhkan tanaman dan menjadikannya sebagai sebuah gerakan bersama, maka alam Indonesia dipastikan akan lebih hijau, teduh, sejuk , segar dan nyaman. Dengan kondisi demikian pasti derajat kesehatan masyarakat juga akan semakin meningkat seiring meningkatnya kualitas alam yang mendukungnya.

Kebisaaan memberi kado berupa tanaman

Kebiasaan baru sebaiknya ditumbuhkan di masyarakat dalam rangka lebih menghijaukan bumi sekaligus berkontribusi secara nyata dan bukan hanya wacana, dalam mengurangi laju pemanasan global, mengurangi emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang lebih sejuk dan nyaman. Kebiasaan memberi kado berupa tanaman perlu disosialisasikan dan menjadi kebanggaan sebagai warga yang peduli pada kelestarian lingkungan.Juga kebisaaan menyatakan rasa sayang dan kecintaan terhadap seseorang dengan memberi setangkai bunga segar akan sangat membantu mendekatkan manusia dengan alam dan memberi lapangan kerja bagi pengrajin bunga segar dan tidak hanya ada di tayangan sinetron.

Peduli tanam pohon

Program “gerakan penanaman sejuta pohon” yang dicanangkan pemerintah ternyata juga hanya sebatas menanam tanpa memonitor kelanjutan hidup tidaknya tanaman, yang terpenting secara seremonial dan secara formalitas sudah dilakukan. Sebenarnya penamaan gerakannya perlu diganti dengan “gerakan menumbuhkan sejuta pohon” sehingga ada tanggung jawab moral untuk terus mengupayakan agar tanaman yang ditanam dapat tumbuh dan berkembang sehingga mempunyai fungsi dalam melestarikan lingkungan.

Daur ulang (3R; Reduce, Re-use, Re-cycle,)
MENGURANGI (Reduce) ?
Kebiasaan kita warga kota yang sering mengklaim diri sebagai warga modern ternyata justru menjadi produsen sampah terbesar dibanding warga yang tinggal diperdesaan.
Dan harus diingat bahwa alam tidak pernah memproduksi sampah, justru peradaban manusialah yang mengaku dirinya semakin maju yang justru semakin menggila dalam memproduksi sampah. Namun bukannya kita tidak dapat memperbaiki kesalahan, melalui perubahan perilaku yang sangat mudah seperti mengubah kebiasaan memakai kantong plastik dengan tas belanja kain atau lainnya yang dapat dipakai berulangkali, memakai sapu tangan dan mengurangi penggunaan kertas tissue, memakai handuk berulang-ulang ketika di hotel mampu mengurangi pemborosan air dan pencemaran detergent, mengurangi berlangganan majalah dan koran dan menggantikan dengan membaca melalui dunia maya (on-line) sehingga dapat mengurangi penggunaan kertas yang dibuat dari bahan kayu-kayuan, dll.
Pemanfaatan tanaman herbal dalam pengobatan, pemanfaatan pestisida hayati.botani, pemanfaatan pupuk organik, pengurangan pemanfaatan obat nyamuk melalui penggunaan kelambu dan memasang kasa-kasa, meupakan tindakan sederhana namun penuh makna dalam mengurangi pencemaran lingkungan.
Penanaman sayur dan TOGA (tanaman obat keluarga) dan mengkonsumsinya dalam keseharian mampu mengurangi sampah berupa kemasan makanan awetan, selain juga lebih sehat bagi tubuh kita.
MENDAUR ULANG (Recycle) ?
Sebagian besar masyarakat kita masih sering menganggap para pemulung adalah kaum hina dengan strata sosial yang rendah, padahal kalau kita paham arti pentingya sebuah proses daur ulang dalam pelestarian lingkungan maka sudah selayaknya kita mengangkat topi dan memberi penghargaan yang tinggi pada para pemulung atas jasanya ikut serta secara tidak langsung mengurangi pencemaran lingkungan. Sudah seharusnya kita justru bertindak membantu mereka dengan jalan memilah sampah rumah tangga kita menjadi dua bagian yakni sampah organik dan sampah non organik yang masih dapat didaur ulang. Logam, plastik dan serpihan kaca dapat didaur ulang sehingga menghemat sumber daya alam dalam penggunaannya.
MENGGUNAKAN ULANG (Reuse) ?
Apalagi jika telah tumbuh kesadaran untuk mengomposkan sendiri sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga maupun lingkungan sekitarnya dengan menggunakan alat dekomposer dan bahan aktivator mikrobia akan sangat membantu karena mengurangi volume sampah yang harus diangkut ke TPA, juga dapat meningkatkan kesuburan kahan disekitar rumah. Mengelola sampah dengan cara membuang sudah usang dan perlu dicari alternatip yang lebih ramah lingkungan. Pembuangan sampah selain hanya memindahkan masalah juga memboroskan BBM dalam pengangkutannya. Juga pemakaian kertas daur ulang untuk keseharian kita akan sangat membantu dalam pelestarian lingkungan. Pembuatan kerajinan dari bahan daur ulang juga membantu menjaga lingkungan dari pencemaran selain meningkatkan pendapatan.

Sikap hidup hemat (energi, BBM.dll)

Tayangan iklan PLN di televisi tentang kebiasaan perlunya mematikan listrik yang tidak perlu pada jam 17 – 22 , sebenarnya bukan hanya didasari keterbatasan kemampuan PLN dalam memasok listrik pada jam sibuk dan terkuranginya tagihan listrik, namun sebenarnya juga menyadarkan kita arti pentingnya berhemat energi, terutama energi lsitrik yang sebagian juga dihasilkan dari penggunaan BBM dan batubara sebagai sumber energi yang tidak terbarukan. Jangan karena kita mampu membayar listrik sebeberapapun banyaknya lantas kita mentang-mentang alias seenaknya sendiri dalam pemakaian listrik.

Pemanfaatan sarana transportasi yang hemat energi terus dikampanyekan oleh berbagai pihak. Kita masih ingat kampanye yang dilakukan A’a Gym seorang dai kondang dan juga seruan Presiden Susilo Bambang Yoedhoyono dalam pemakaian sepeda sangatlah luar biasa apabila dapat menjadi gerakan bersama warga kota baik di Jakarta maupun di kota besar lainnya. Manfaat yang dapat dirasakan selain menurunkan besarnya pemakaian BBM yang masih disubsidi negara, mengurangi polusi udara, meningkatkan kebersamaan, meningkatkan derajad kesehatan pengendaranya, juga
mengurangi pengeluaran ongkos transpor yang kalau ditabung dan diinvestasikan dalam bidang yang produktip bisa menjadi sumber pembiayaan keuangan bagi pembangunan bangsa tanpa harus terus berhutang ke Bank Dunia atau negara lainnya. Artinya kita tidak harus membayar bunga ke bangsa lain tetapi kepada rakyatnya yang mampu brhemat dan menabung untuk investasi yang berarti ikut meningkatkan pendapatan masyarakat.Namun pihak pemerintahan kota harus secara adil menyediakan jalur khusus untuk moda transportasi yang tidak bermesin seperti sepeda, becak, andong/ cidomo dll.


Pentingnya penegakan hukum
Lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran membuang sampah sembarangan dan yang bersifat merusak lingkungan seperti illegal logging mengakibatkan semakin banyak warga yang tidak peduli dengan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dan semakin menggilanya para cukong kayu membabat habis hutan. Tidak ada penindakan sama sekali terhadap “para pembuang sampah sembarangan” dan pelanggar hukum lingkungan lainnya yang notabene seharusnya sudah memahami arti penting kelestarian lingkungan.

Demikian pula lepasnya para pelaku pembalakan liar dalam skala besar dari jeratan hukum dengan berbagai alasan pembenaran “hukum yang tidak benar” semakin membuat rakyat yang berada disekitar daerah pembalakan liar semakin was-was kira-kira bencana apa lagi yang akan meluluhlantakkan dan memporakporandakan kehidupan mereka dan keturunannya ? Apalagi dikaitkan dengan rencana akan diselenggarakannya pertemuan internasional di Bali terkait perubahan iklim global dimana Indonesia sebagai tuan rumah, lalu apa kata dunia ?

Maka menjadi wajar apabila Indonesia dijuluki “negeri seribu satu bencana”, karena perilaku warga kita yang tidak ramah lingkungan dan tidak menjadikan alam sebagai sahabat. Ilegal logging,, tata ruang yang dilanggar karena atas nama bisnis dan pertumbuhan ekonomi, prosedur tetap yang tidak diikuti berakibat pada datangnya banjir bandang, kekeringan dan longsor dimana-mana, juga luapan lumpur di Porong Sidoarjo yang semakin melebar dan tak terkendali .

Tindakan kita yang lebih banyak reaktif daripada proaktif semakin menjadikan kita sebagai sebuah bangsa yang terus dirundung malang karena tidak mau belajar dari pengalaman. Kita masih terus menantang alam dan berusaha menaklukkan, padahal yang dibutuhkan dalam hidup adalah bagaimana kita berdamai dengan alam tanpa menjadi rakus, tamak yang berakibat kita menjadi sengsara karena perilaku kita sendiri.

Masalahnya, kapan kita mau sadar dan bertindak ? Masih perlukah kita mengunggu bencana yang lebih besar dan lebih membinasakan ? Dimanakah peran kita sekecil apapun terhadap kelestarian lingkungan ?


YBT Suryo Kusumo
Pengembang masyarakat perdesaan
tony.suryokusumo@gmail.com