Senin, 04 Agustus 2008

Mencoba menerapkan zero waste di rumah kontrakan di Kota karang Kupang NTT

Pada mulanya sekedar iseng membaca berbagai artikel yang dapat diakses di internet terkait bagaimana cara melestarikan lingkungan disekitar rumah kontrakan yang masih bisa untuk ditindak lanjuti dalam aksi nyata dan bukan hanya sekedar basa basi apalagi hanya tebar wacana.

Sungguh menarik ketika salah satu artikel yang terbaca terkait pelestarian lingkungan menantang diri untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa gembar gembor namun penuh dengan kesungguhan hati, secara hati-hati dan kedepan dapat menggugah pihak lain untuk menduplikasi melakukan hal yang sama minimal disekitar kota Kupang sehingga diharapkan dampaknya akan semakin meluas dan berakhir pada semakin membaiknya kualitas lingkungan seputaran kita.

Dalam sebuah blog pribadi Bapak Sobirin http://clearwaste.blogspot.com
kami belajar bagaimana sampah tidak lagi keluar rumah namun dikelola sedemikian rupa sehingga menjadi rumah yang benar-benar ‘zero waste’ istilah yang beliau perkenalkan.

Metoda yang digunakan pada awal sebelum mengenal blog beliau, pengomposan untuk memanfaatkan sampah organik hanya kami lakukan dengan cara menumpuk sampah organik tersebut disatu tempat untuk dibiarkan melalui proses alamiah menjadi humus, kemudian berkembang dengan mengkomposkan semua seresah, daun-daun kering maupun sampah organik lainnya menggunakan dekomposter dan ditambah dengan EM4 yang dibeli di toko pertanian. Sedang sampah plastik masih dengan cara dibakar.

Teringat perkataan Da’i yang sempat kondang namun kemudian tenggelam namanya yakni A’a Gym yang mengatakan sebaiknya segala sesuatu “Mulai dari diri sendiri, mulai dari apa yang dipunyai dan mulai sekarang juga”.

Maka dengan penuh semangat mulai dicoba di rumah kontrakan untuk memilah sampah menjadi 3 bagian yakni bagian yang dapat didaur ulang, sampah organik yang dapat dikomposkan dan sampah beracun
Namun ketika mengakses blog Pak Sobirin maka mulai berminat untuk belajar membuat sendiri MOL (Mikroorganisme Lokal) supaya tidak harus beli dan keluarkan uang terus menerus.

Disamping itu dalam bog dijelaskan bahwa ternyata pembakaran plastik justru berbahaya karena menghasilkan gas beracun sehingga disarankan untuk “memanaskan plastik” dan tidak membakarnya, meski sampai sekarang masih susah dilaksanakan dirumah karena yang membantu dirumah tidak sabar dengan semua proses ini yang butuh waktu lebih panjang dan tidak praktis dibanding dengan cara membakarnya.

Selain itu, kami mencoba membibitkan sendiri tanaman umur panjang dengan cara menyemai biji-bijian yang merupakan sisa dari yang kami makan seperti pepaya, srikaya, sirsat, jeruk keprok, mengkudu, jambu biji dll kedalam polibag/kantong plastik untuk dijadikan bibit tanaman dan sebagian sudah ditanam di kebun depan.
Bahkan untuk tanaman Cemara india sangat mudah untuk membibitkan, tinggal memungut biji yang jatuh dibawah pohon yang berwarna hitam dan menyemaikan langsung ke polibag maka akan tumbuh dan menjadi anakan yang dapat menghijaukan lingkungan kita sekaligus menambah nilai estetika sekitarnya.

Selain tanaman umur panjang, juga dikembangkan berbagai jenis Tanaman Obat Keluarga (TOGA) seperti Brotowali, Daun dewa, Mahkota Dewa, Sambiloto, Tapak Dara, Mengkudu, Sambung nyawa, Binahong, Meniran, Kumis Kucing, Keji Beling, Lidah buaya , Meniran, Petikan kerbau , Adpokat, Belimbing wuluh, Marongge/kelor dll.

Tanaman TOGA ini sangat membantu dalam menjaga kesehatan. Apalagi jika kami kebetulan terkena panas knalpot atau tersiram air panas, maka tinggal memotong daun Lidah buaya dan mengoleskan getahnya , langsung terasa adem serta tidak panas lagi dan hasilnya sangat menyenangkan karena luka tidak jadi melepuh.
Beberapa teman sering mengambil beberapa bagian tanaman obat untuk digunakan sebagai solusi pengobatan.

Bahkan ketika terkena batu ginjal, saya hanya merebus daun kumis kucing dicampur daun keji beling , kunyit dan meniran lalu diminum. Kemudian setelah beberapa hari jeda dari minum TOGA , dilanjutkan dengan makan buah apel 4 biji per hari selama 5 hari dan ternyata batunya keluar.

Namun sayangnya upaya yang dilakukan dalam menanam berbagai tanaman sering kandas karena ternyata meskipun lokasi rumah kontrakan berada didalam kota namun masih saja ada kambing yang dibiarkan berkeliaran memakan habis semua upaya penghijauan lingkungan tanpa ada sangsi yang tegas pada pemilik kambing.

Untuk menyiasatinya, kami menyeleksi tanaman apa saja yang tidak disukai kambing sehingga ketika ditanam/dibudidayakan tidak akan musnah dimakan, dan cara lainnya dengan meletakkan tanaman yang tidak disukai kambing sebagai pagar alami.

Saat ini meski memasuki musim kemarau dengan panas yang menyengat, namun disekitar rumah kontrakan kami terasa lebih adem, nyaman dan tidak terlalu panas berkat adanya beberapa pohon rindang dan tanaman bunga, maupun TOGA yang membuat suasana menjadi lebih sejuk, hijau dan asri meski berada dibebatuan karang yang meranggas.
Semua ini tidak lepas dari pemanfaatan kompos dan penerapan metode zero waste yang Pak Sobirin kenalkan sehingga meski tindakan ini bukan hal yang heroik, namun minimal telah mengurangi sampah kota, mengurangi pembakaran yang secara tak langsung juga ikut mengurangi pemanasan global yang menjadi penyebab perubahan iklim.

Dari langkah kecil diharapkan dapat berkontribusi pada perbaikan kualitas lingkungan bumi sebagai rumah kita bersama. Terima kasih Pak Sob, meski mungkin langkah ini tidak berarti untuk skala yang luas, minimal kami sudah memulainya. Bukankah untuk mencapai puncak gunung, hanya diperlukan langkah pertama dan tinggal terus melanjutkan secara konsisten dan persisten maka impian sampai di puncak gunung akan terwujud ?



Salam hijau

YBT Suryo Kusumo,
tony.suryokusumo@gmail.com.
www.adikarsagreennet.blogspot.com
www.adikarsaglobalindo.blogspot.com

Tidak ada komentar: