Pilihan strategi
Berbicara tentang pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan petani sebagai pelaksana sekaligus aktor intelektual yang akan sangat berpengaruh dalam menjamin keberhasilan dan keberlanjutannya.
Menjadikan petani sebagai pengusaha di bidang pertanian yang handal menjadi keharusan bagi siapa saja yang mau membantu petani keluar dari permasalahannya.
Petani selain dituntut mempunyai skill/ ketrampilan dalam hal teknis budidaya, untuk strategi jangka pendek juga perlu memiliki beragam ketrampilan yang mendukung dalam memenangkan persaingan pasar seperti :
Kemampuan mengakses informasi dengan memanfaatkan teknologi informasi (layanan SMS, website, email dsb)
Melakukan penjajagan pasar secara cepat,
Melakukan analisis usaha untuk memilih usaha yang paling menguntungkan
Membuat perencanaan produksi secara bersama dalam suatu hamparan untuk mencapai skala usaha dan mencapai skala permintaan pasar.
Melakukan kontrol kualitas komoditi/ produk secara tersistem
Melakukan negosiasi dengan para buyer/pembeli
Mengakses teknologi yang membantu petani dalam mengelola komoditi baik saat pasca panen maupun pengolahan/prossesing lanjut.
Mampu mengorganisir diri dalam produksi maupun dalam memasarkan secara bersama melalui wadah organisasi petani
Sebagian petani di Indonesia masih terjebak dalam strategi lama, padahal kita tahu alangkah naif mengharapkan sebuah perubahan namun masih terus menggunakan strategi lama yang telah terbukti tidak mampu membuat perubahan.
Dengan demikian apabila kita ingin mengajak petani keluar dari permasalahan ‘ketakberdayaan’ yang membuat terjebak dalam kehidupan yang serba berkekurangan, maka pilihan strategi harus ‘beda’ dengan sebelumnya, karena tidak mungkin kita mengharapkan hasil yang sangat berbeda, namun tetap menggunakan strategi yang sama terus menerus. Kita harus berani mengidentifikasi strategi lama apa saja yang sudah ‘out of date’ yang harus segera digantikan dengan strategi’baru dan beda’ yang mampu merubah kehidupan petani
Petani untuk menuju sukses harus bekerja SMART yang berarti harus berani ‘beda’ dengan yang dilakukan sebelumnya, harus berani ‘beda’ dengan yang lainnya, atau dalam bahasa lainnya punya ‘nilai tambah’, ‘nilai lebih dalam persaingan’, unik dll.
Strategi lama yang terus menerus dilakukan para petani antara lain :
Tanam dulu, baru kemudian jual
Kebiasaan petani menanam dulu tanpa melakukan penjajagan kebutuhan pasar secara cepat (Rapid Market Appraisal/RMA), membuat posisi petani selalu lemah, baik dalam penentuan harga maupun kemampuan memenuhi pasokan sesuai komoditi yang dihasilkan. Seringkali petani mendapatkan harga yang tidak layak karena masalah waktu jual yang tidak tepat karena sedang ‘banjir pasokan/ panen bersamaan komoditi yang sama’, atau karena ternyata kebutuhan pasar hanya sedikit, sedangkan produksi melimpah, baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional.Ketidaktahuan dan ketidakmampuan petani dalam mengenal ‘karakteristik pasar yang terus berubah-ubah ’ membuat petani menjadi korban dari ‘mafia pasar’ yang seringkali mengelabuhi petani dengan berbagai macam trik.
Yang penting kuantitas, bukan kualitas.
Sebagian petani masih berpikir tentang kuantitas, bukan kualitas, sehingga kurang menjaga kualitas sesuai permintaan pasar. Cara pandang petani yang mendasarkan pada persepsinya, bukannya persepsi konsumen, seringkali merugikan petani karena ketika memproduksi komoditi dalam jumlah banyak tapi tak disukai konsumen atau harganya yang rendah , jelas akan menurunkan tingkat pendapatan petani secara langsung
Memproduksi hanya berupa komoditi primer/ bahan mentah
Petani kita sangat tertinggal dalam memanfaatan teknologi tepat guna (TTG), terutama untuk penanganan pasca panen dan pengolahan lanjut. Hal ini dapat terlihat dari sedikitnya penyebaran TTG hasil dari litbang maupun LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat) Universitas didesa-desa. Padahal kita semua tahu dengan menjual komoditi primer/ bahan mentah maka harga yang diperoleh akan sangat rendah, tidak akan memperoleh nilai tambah dan komoditi akan mudah rusak alias tidak tahan lama.
Memproduksi dalam skala kecil
Sebagian besar petani kita mempunyai luas areal lahan yang sangat terbatas alias sempit, yang berakibat biaya produksi per satuan unit menjadi lebih tinggi dan sulit untuk memproduksi secara efisien. Hal ini berakibat ketika dihadapkan pada kompetitor lain yang mampu memproduksi dengan harga jual lebih rendah, maka petani kita akan kalah bersaing.
Menggunakan lebih banyak input luar (revolusi hijau)
Ketergantungan petani pada input luar dalam penerapan revolusi hijau menjadikan petani sebagai “korban” dari sebuah industri pertanian yang menyebabkan petani semakin tak berdaya.
Belum /kurang cerdas dalam pengelolaan keuangan/ finansial
Meskipun pertanian sebagai sebuah usaha , namun sebagian besar peyani sebelum menentukan jenis usaha yang akan dikelolanya tidak mendasarkan pada hasil analisis usaha untuk memperoleh keuntungan yang uptimal. Demikian pula dalam manajemen keuangan, tidak dicatat secara baik tentang pengeluaran/biaya dan pemasukan/pendapatan. Bahkan keuangannya tercampur dengan keuangan rumah tangga sehingga semakin menyulitkan dalam menetapkan profit yang didapat . Akibatnya meskipun secara perhitungan diatas kertas usahanya merugi namun kebanyakan para petani tidak menyadarinya. Petani belum membuat business plan/ rencana usahan pertanianya berupa rencana/ denah / sketsa kebun/lahan dalam pengelolaannya.
Menjual secara individual dengan alasan karena :
o Petani meminjam benih dari tengkulak setiap musim tanam, walaupun dengan pengembalian yang cukup besar yaitu misal 1 karung kacang tanah kembali 2 karung. Sebagian besar petani merasa tidak enak dan terpaksa kalau harus menjual ke pengusaha lain, karena sudah diberi pinjaman benih dan biaya panen.
o Petani tidak cukup uang untuk biaya panen, sehingga lagi-lagi masih harus meminjam pada tengkulak.
o Petani tidak bisa menahan produknya karena harus segera dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga terutama untuk kebutuhan makan sehari-hari.
o Petani menjual secara sendiri-sendiri, dimana harga berbeda antara petani yang satu dengan yang lainnya dan terkadang petani langsung menjual sebelum sampai waktu panen (sistem ijon) sehingga harga dipermainkan oleh pengusaha.
o Kekhawatiran selalu ada di benak petani, kalau terlambat jual barang rusak dan tidak ada yang beli sehingga begitu panen langsung dijual dilahan (pengusaha/tengkulak membawa truk ke lahan)
Tidak berperilaku sebagai inverstor - bantuan pemerintah yang sia sia
Sebagian petani masih asing dengan istilah investasi/tanam modal. Padahal nilai-nilai luhur yang ditanamkan sejak dulu merupakan perwujudan investasi seperti membawa anakan berupa cabutan dari hutan untuk ditanam didekat rumah atau lahan seperti tanaman asam dll. Demikian pula dalam pengelolaan benih secara swadaya dimana petani memisahkan hasil untuk dimakan dan untuk ditanam kembali sebagai benih. Namun dengan banyaknya bantuan baik benih maupun bibit, maka kebiasaan lama tersebut berangsur angsur punah, bahkan banyak petani yang menggantungkan bantuan benih dari pemerintah/LSM dll. Masih jarang ada petani yang sangat menyesal ketika bibit TUP (Tanaman Umur Panjang) yang diberi pihak lain tidak tumbuh alias mati karena berbagai sebab. Mereka akan meminta lagi dan bisa berulang-ulang, padahal kalau dilihat dari sisi investasi berapa banyak kerugian baik berupa tenaga waktu dan uang (meski bibitnya gratis). Demikian pula ketika Pemerintah mencanangkan “Gerakan Penaman Sejuta Pohon” yang terjadi adalah “menaman saja” bukannya menumbuhkan yang didalamnya termasuk kegiatan memelihara dan memastikan bahwa tanaman yang ditanam hidup dan bermanfaat.
Tingginya biaya pengeluaran rumah tangga petani untuk memenuhi adat-istiadat/sosial.
Sampai seberapa besarpun tambahan pendapatan yang diperoleh petani, tetapi kalau masih “besar pasak daripada tiang” tetap saja kehidupan rumah tangga petani akan tetap terpuruk karena masih terjebak dalam “berpikir defisit ” bukannya “ berpikir asset/ kekayaan”. Maka sangat wajar kalau begitu banyak bantuan baik berupa hibah maupun kredit dari berbagai pihak untuk petani terus menguap begitu saja karena banyak yang salah dalam peruntukannya, termasuk mendanai kebutuhan konsumtip seperti budaya pesta atas nama adat dll. Nilai-nilai Adat/.budaya yang luhur harus terus dipertahankan tanpa harus mengorbankan ekonomi petani.
Untuk membantu petani menuju kemandirian, dalam jangka menengah-panjang kita perlu mengajak petani merubah dari strategi lama dengan strategi baru meliputi :
Memproduksi berdasar permintaan pasar
Menjaga kualitas dan sesuai dengan persepsi pasar
Melakukan perbaikan pasca panen dan pengolahan lanjut, dengan memanfaatkan TTG yang ada di berbagai institusi litbang., perguruan tinggi dll.
Memproduksi dalam skala besar secara bersama berupa perencanaan produksi berbasis pendekatan area/ kawasan.
Memperbanyak penggunaan input lokal yang selain mampu menekan biaya sehingga meningkatkan keuntungan , juga mengurangi ketergantungan pada pihak luar.
Meningkatkan kecerdasan keuangan/finansial
Menjual secara bersama (Collective marketing)
Bersikap sebagai seorang investor dibidang pertanian (dalam arti luas)
Melakukan penghematan melalui kesepakatan budaya bersama untuk menekan biaya kegiatan adat-istiadat/ sosial yang melebihi kemampuan petani.
Pemerintah, jika benar-benar menjadikan petani sejahtera sebagai fokus tujuan pembangunan, perlu melakukan terobosan strategis berupa :
Melaksanakan land reform/ reforma agraria seperti yang sudah dijanjikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kampanye pemilihan presiden 2004.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diharuskan mengalokasikan dana yang cukup sebagai investasi bagi pencapaian kesejahteraan petani untuk membangun prasarana dan sarana yang memadai yang mampu menunjang pengembangan agrobisnis
Pemerintah bersama DPR harus memastikan terjaminnya kepemilikan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki petani untuk mendukung pengembangan pertanian melalui pembuatan UU yang melindungi kepentingan petani dalam jangka panjang.
Mempermudah layanan keuangan bagi para petani yang membutuhkan kredit untuk modal kerja
Mengembangkan potensi dan pengetahuan lokal
Petani sejak lama telah menjadi bulan-bulanan dari para oknum pakar pertanian yang kurang bertanggung jawab maupun industri yang terkait pertanian seperti industri pupuk buatan pabrik, pestisida buatan pabrik, industri benih, industri peralatan mekanisasi pertanian dsb.
Sejak Orde Baru berkuasa, pembangunan pertanian diarahkan dan diharuskan menggunakan input luar tinggi berupa bibit hibrida, pupuk dan pestisida pabrik yang kita kenal dengan “Revolusi Hijau” yang diharapkan mampu menggenjot produksi untuk memenuhi ambisi swasembada pangan/beras. Petani mulai kehilangan kedaulatan atas lahannya dan bahkan penentuan jenis tanaman apa yang ditanam terutama padi telah ditentukan melalui prpgram BIMAS, INMAS, INSUS, SUPRA INSUS. Ketergantungan petani terhadap pihak luar dalam penyediaan baik modal maupun saprodi menjadi tinggi dan sayangnya nilai tukar harga produk pertanian berupa beras ditentukan oleh pemerintah dengan harga murah karena menganut politik beras murah. Jadi kalau mau jujur petani dikorbankan atas nama pembangunan.
Dari berbagai pergantian pemerintahan sampai saat ini, para petani secara terus menerus mendapatkan rekomendasi dan input pertanian buatan pabrik yang dikenalkan baik oleh para pakar maupun sales dari pabrik maupun distributor secara berganti-ganti yang membingungkan petani dan dibombardir dengan janji-janji manis semanis madu, namun dalam kenyataan ketika yang ditawarkan berupa madu berubah menjadi racun maka yang harus menelan dan menderita karenanya adalah kaum tani. Para sales input pertanian buatan pabrik dan pakar pertanian berdasi yang mudah dipesan (baik oleh pemerintah maupun industri) masih saja terus hidup berkecukupan dari bayarannya, sementara petani mengaduh dan mengeluh tanpa ada yang mau mendengarkan. Begitu menyakitkan ketika petani diminta secara paksa menanam benih VUTW dengan segala ikutannya seperti pupuk buatan (UREA, TSP, KCl dll) dan pestisida buatan sampai- sampai jika ada yang membangkang tanaman padinya dicabut paksa, namun ketika produksi padi meningkat, harga jualnya tetap dibuat rendah dan yang lebih menyakitkan ternyata harga input sarana pertanian dari pabrik terus menggila harganya dan sering menghilang ketika dibutuhkan. Ketergantungan yang demikian parah membuat petani serasa gila memikirkan kehidupan keluarganya yang sangat bergantung dari pendapatan usaha taninya.
Tiadanya asuransi yang mampu menutupi kerugian akibat bencana ( kekeringan, banjir, serangan hama penyakit dll) maupun karena hancurnya harga produksi akibat permainan para penghisap/predator/ parasit petani seperti tengkulak, pengijon, rentenir, pengusaha hasil bumi yang nakal dengan berbagai permainan timbangan dll semakin membuat petani terjerambah kedalam jurang yang sangat dalam dan terus menerus berkubang dalam kemiskinan.
Politik beras murah di jaman ORBA dan dilanjutkan sampai sekarang melalui kran impor berbagai komoditi pertanian atas nama memenuhi kebutuhan bangsa membuat petani serasa bagaikan anak tiri di nergeri sendiri. Petani hanya menjadi opsi terakhir dari berbagai profesi yang ada, dalam artian orang mau menjadi petani karena tidak ada pilihan lain. Sangat ironis seorang petani tidak mau anaknya melanjutkan profesiya sebagai petani yang berarti memang tidak ada masa depan dalam usaha tani. Lantas bagaimana kedepan apabila semakin banyak genersi muda yang menolak menggeluti profesi sebagai petani ? Bagaimana dengan ketahanan pangan bangsa kita, jika para petinggi, pejabat, Akademisi, LSM dll tidak lagi mau peduli dengan perkembangan pertanian ditanah air sementara predikat Indonesia sebagai negara agraris masih terus melekat dan menjadi tumpuan dalam menyerap tenaga kerja dan menjadi katup pengaman krisis ekonomi ?
Untuk kepentingan ketahanan pangan dan keuangan keluarga pada tingkat petani, perlu dihidupkan kemali keberadaan lumbung pangan tingkat keluarga dan desa yang sempat menghilang ketika pemerintah di jaman ORBA lebih mengutamakan BULOG dalam menjaga ketahanan pangan nasional, padahal kita tahu dengan adanya lumbung keluarga/desa maka petani terjamin kepastian stok pangannya dan tidak dirugikan dengan harga pangan yang naik ketika stok pangan petani menipis. Memang ironis, petani sebagai produsen akan menjual semua produksinya dengan harga murah ketika panen dan membeli pangan dengan harga tinggi ketika petani membutuhkan. Hal ini terjadi karena kecerdasan keuangan para petani belum memadai.
Disamping itu para petani diharapkan mampu melakukan diversifikasi pola tanam untuk tanaman pangan dan tanaman yang menghasilkan uang tunai/cash dan juga mau melakukan diversifikasi dalam pola konsumsi pangan keluarga sehingga tidak perlu tergantung hanya pada pangan berupa beras yang belum tentu produksinya mampu mencukupi kebutuhan pangan keluarganya.
Penyediaan prasarana dan sarana yang menunjang pembangunan pertanian semakin tidak menjadi fokus dijaman OTDA yang menyebabkan petani kesulitan dalam memproduksi apalagi untuk menjualnya. Perlu ada komitmen yang tinggi dari pengambil keputusan untuk alokasi APBDnya berpihak pada petani dalam rangka meningkatkan hasil bumi yang mampu meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Desa) dn selanjutnya akan menyumbang pada peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah.) untuk tingkat kabupaten dan propinsi.
Pilihan pada pertanian berkelanjutan/ pertanian organik/ pertanian selaras alam
Pilihan pada pertanian berkelanjutan didasari keprihatinan yang mendalam bahwa selama ini petani menjadi korban permainan kebijakan yang lebih menggantungkan pada input luar yang tinggi baik energi maupun teknologi.
Pilihan ini juga sesuai dengan kebijakan Departemen Pertanian yang mencanangkan “Go Organik 2010”.
Pertanian berkelanjutan merupakan tawaran solusi untuk petani kembali berdaulat dan tidak tergantung pada input luar.
Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai kebijakan untuk:
1. swasembada pangan
2. meningkatkan gizi masyarakat menurut ukuran konsumsi protein
3. meningkatkan ekspor dan mengurangi impor
4. meningkatkan dukungan terhadap industri
5. meningkatkan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam
6. meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan pedesaan sebagai bagian yang utuh dari pembangunan daerah.
Pengertian pertanian berkelanjutan *
Dalam makalahnya berjudul ‘Pengembangan Sistem Pertanian Berwawasan Lingkungan Dalam Menyongsong Pertanian Masa Depan”, DR. Ir. Rachman Sutanta Msc menjelaskan mengenai beberapa definisi yang berkembang tentang Pertanian Berkelanjutan.
Menurutnya sebelum kita lebih jauh meninjau konsep pertanian berkelanjutan, ada baiknya kita tinjau terlebih dahulu konsep Pembangunan berkelanjutan/Pembangunan lestari (Sustainable Development).
Menurut World Conversation Strategy 1980, pembangunan berkelanjutan ditakrifkan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan mereka (Anon, 1990).
Menurut TAC/CGIAR (1988), Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan mengelola sumberdaya untuk pertanian dalam memenuhi perubahan kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumber daya alam.
Pertanian berwawasan lingkungan selalu berhubungan dengan tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan, pendapatan dan kesehatan.
Sedang tujuan pertanian berwawasan lingkungan adalah :
• mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah
• mempertahankan hasil pada aras yang optimal
• mempertahankan dan meningkatkan keragaman hayati dan ekosistem
• dan yang lebih penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan penduduk dan mahluk lainnya.
Menurut Gips (1986), sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria antara lain :
1. Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dipertahankan – mulai dari lingkungan manusia, tanaman, dan hewan, sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah terkelola dengan baik, kesehatan tanaman ditingkatkan, demikian juga kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menekan kemungkinan terjadinya kehilangan hara, biomassa dan energi, dan menghindarkan terjadinya polusi. Menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya terbarukan.
2.Menguntungkan menurut pertimbangan ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri/pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar tenaga kerja dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut pertimbangan ekonomi tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan kelestarian fungsi sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap lingkungan.
3. Diingini menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama berpartisipasi dalam menentukan kebijakan, baik di lapangan maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.
4. Tanggap beradaptasi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan, dan manusia). Prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah saling mengenal dan hubungan kerjasama antar mahluk hidup adalah kebenaran, kejujuran, percaya diri, kerjasama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan.
5. Mudah beradaptasi dengan perubahan, berarti masyarakat pedesaan/petani mampu dalam menyesuaikan dengan kondisi usaha tani, pertambahan penduduk, kebijakan, dan permintaaan pasar. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan masalah perkembangan teknologi yang sepadan, tetapi juga inovasi sosial dan budaya.
Menururt Diver dan Talbot, berkelanjutan dalam pembangunan pertanian adalah :
membatasi ketergantungan pada energi yang tidak terbarukan (non renewable) senyawa kimia dan bahan mineral
mengurangi kontaminasi/pencemaran udara, air dan tanah dari luar usaha tani
memelihara dan mempertahankan keadaan habitat untuk kehidupan alami
melakukan konservasi sumber genetika/plasma nuftah (keanekaragaman hayati) tanaman maupun hewan yang diperlukan untuk pembangunan pertanian.
Untuk menjadikan lestari, sistem pertanian harus mampu mempertahankan produktivitas ditinjau dari segi ekologi, sosial, dan tekanan ekonomi, dan sumberdaya terbarukan (renewable) tidak harus mengalami kerusakan (Sinclair, 1987).
Konservasi merupakan faktor penting dalam pertanian berwawasan lingkungan. Konservasi sumberdaya terbarukan berarti sumberdaya tersebut harus difungsikan secara malar (continuous). Sekarang kita telah mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan dan kemampuan budidaya manusia untuk merusak lingkungan . Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumberdaya adalah terbatas.
Dalam pembangunan pertanian, peningkatan produksi selalu merupakan proiritas utama. Ttetapi yang perlu diperhatikan adalah batas tertinggi produktivitas dari suatu ekosistem. Apabila batas ini dilampaui, maka kemungkinan akan terjadi kemundurandan lebih buruk lagi adalah degradasi, dan hanya segelintir orang saja yang mampu bertahan dari sumberdaya yang tersisa. Apabila batas pasokan tertinggi telah tercapai, maa yang perlu diperhatikan adalah sisi permintaan; sumber pendapatan yang lain, perpindahan penduduk, menurunkan aras konsumsi, keluarga berencana. Walaupun berkelanjutan, harus dilihat berdasarkan konsep yang dinamis sehingga mampu mengantisipasi perubahan kebutuhan pangan karena peningkatan populasi dunia (TAG/CGIAR, 1988), tetapi prinsip dasar ekologi perlu mendapatkan perhatian karena produksi pertanian dapat tanpa batas.
Potensi lahan kering yang terabaikan
Dalam pembangunan pertanian di Indonesia, terlihat pemerintah lebih memperhatikan lahan bawah (low land) berupa lahan persawahan, sehingga lahan kering menjadi ‘anak tiri’ yang terabaikan. Hal ini nampak nyata dari jumlah varietas ungul padi sawah yang dilepas sebanyak 40 buah, sedangkan varietas padi gogo unggul hanya 7 buah, jagung 8 buah, kedelai 5 buah dan kacang tanah 5 buah. Demikian pula dalam penyedian kredit saprodi, terlihat petani sawah lebih dimanjakan daripada petani dilahan kering/marginal.
Permasalahan di lahan kering jauh lebih komplek dan bervariasi daripada lahan sawah. Kenyataan yang terlihat , bahwa potensi lahan kering banyak mengalami penurunan produktivitas karena dimanfaatkan secara intensif, namun tanpa disertai usaha konservasi sebagai salah satu bentuk pengelolaan lahan yang sepadan sehingga erosi menyebabkan degradasi yang berlansung sangat cepat yang menambah luasan lahan kritis di Indonesia.
Pilihan dan penerapan teknologi dalam Pertanian Berkelanjutan
Teknologi Produksi pertanian
Meningkatnya kepedulian masyarakat dunia akan kelestarian lingkungan, terutama oleh negara-negara maju, seperti Amerika, negara-negara Eropa, Australia dan Jepang, yang semula teknologi produksinya dicirikan oleh budidaya yang mengandalkan masukan teknologi berenergi tinggi, ternyata beberapa tahun terakhir telah berupaya merakit dan mengembangkan budidaya pertanian yang menggunakan pendekatan agroekosistem. Secara ringkas agroeksistem adalah ekosistem yang diubah oleh sebagian orang untuk menghasilkan pangan, serat dan hasil pertanian lainnya ( Ghildyal, 1984). Upaya peningkatan produktivitas akhirnya akan dihadapkan kepada masalah membatasi kerusakan lingkungan dan sumberdaya.
Produksi tanaman pangan telah meningkat secara dramatis, setelah diketemukannya varietas unggul yang berpoduksi tinggi. Akan tetapi varietas unggul tersebut sangat bergantung pada masukan berenergi tinggi (high external input agriculture), dalam bentuk pupuk kimia dan pestisida sintetis untuk memberantas hama, penyakit serta gulma, mekanisasi pertanian menggunakan energi fosil dan pengembangan irigasi. Masalah tersebut timbul karena dikembangkannya sistem pertananam tunggal. Penggunaan pupuk dan pestisida diramalkan akan tetap mengalami kenaikan secara eksponensial (Edward, 1987), kecuali ada perubahan filosofi tentang produksi pertanian, yang memperhatikan keadaan petani kecil dan penyelamatan lingkungan.
Suatu konsensus telah dikembangkan untuk mengantisipasi pertanian berkelanjutan.
Sistem produksi yang telah dikembangkan berasaskan LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) yang kalau diterjemahkan sebagai Pertanian Berkelanjutan, Masukan Dari Luar Usahatani Rendah.
Konsep ini dijabarkan menjadi beberapa rakitan operasional antara lain :
meningkatkan produktivitas
melaksanakan konservasi energi dan sumber daya alam
mencegah terjadinya erosi dan membatasi kehilangan unsur hara
meningkatkan keuntungan usaha tani
memantapkan dan keterlanjutan konservasi serta sistem produksi pertanian.
Suatu hal yang sering timbul adalah kesalahan persepsi tentang sistem pertanian masukan teknologi berenergi rendah. Ada yang berpendapat bahwa sistem pertanian masukan rendah adalah petani yang masih bersifat primitif atau tradisional, seperti yang dikembangkan oleh leluhur secara turun temurun, atau budidaya pertanaman lainnya sebelum diperkenalkan sistem pertanian modern. Tetapi sistem pertanian ini tetap memanfaatkan teknologi modern seperti benih hibrida yang berlabel, melaksanakan konservasi tanah dan air, pengolahan tanah yang berazaskan konservasi. Membatasi penggunaan dan keperluan yang berasal dari luar usaha tani seperti pupuk pabrik dan pestisida, dengan mengembangkan pergiliran tanaman, mengembangkan pengelolaan tanaman dan ternak secara terpadu, mendaur ulang limbah pertanian dan pupuk kkandang untuk mempertahankan produktivitas tanah.
Pertanian harus mampu menciptakan masa depan yang cerah bagi pengusahaan lahan marginal, llahan yang tidak diminati pihak lain, termasuk didalamnya lahan kering. Sudah saatnya kita mulai memperhatikan ke sistem pertanian yang sepadan baik dari lingkungan biofisik maupun bagi lingkungan sosial ekonomi. Masukan teknologi berenergi rendah pada dasarnya dapat dilaksanakan pada lahan bawahan maupun atasan atau paling tidak memasukkan unsur-unsur teknologi masukan rendah ke dalam sistem produksi pertanian.
Meskipun sistem pertanian masukan rendah dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan banyak pada pembangunan pertanian, namun dalam penerapannya tidak mudah dan akan menghadapi banyak kendala. Faktor-faktor kebijakan umum dan sosio politik sangat menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi.
Prinsip Ekologi dasar LEISA
Pemahaman dan penerapan LEISA relatip masih baru, akan tetapi dengan memperhatikan pengalaman yang telah diperoleh dari studi agroekologi pertanian tradisional diwilayah tropika, maka dapat dipahami prinsip ekologi yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan LEISA.
Prinsip ekologi LEISA dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan didalam tanah.
Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, terutama melalui fiksasi/pengikatan Nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani.
Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas matahari, udara dan air dengan cara pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit tanaman dengan cara melaksanakan usaha preventip melalui perlakuan yang aman.
Pemanfaatan sumber genetika (plasma nuftah) keanekaragaman hayati yang saling mendukung dan bersifat sinergisme, dengan cara mengkombinasikan fungsi keanekaragaman sistem pertanian terpadu.
Prinsip diatas dapat diterapkan pada beberapa macam teknologi dan strategi. Masing-masing prinsip tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaran (continuity) dan identitas diri masing-masing sistem usaha tani, dan tergantung pada kesempatan dan pembatas dari faktor lokal (kendala sumberdaya) dan dalam banyak hal tergantung pasar.
Penjelasan :
Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman
Proses fisika, kimia dan biologi di dalam tanah dipengaruhi oleh iklim, kehidupan tanaman dan hewan, dan aktivitas manusia. Petani perlu memahami bagaimana proses ini berpengaruh dan bagaimana cara mengaturnya sehingga berpengaruh baik bagi kesehatan dan produksi tanaman.
Kondisi tanah yang harus diperbaiki adalah :
- waktu ketersedian yang seimbang antara lengas, udara dan hara tanaman dan dalam jumlah yang mengutungkan pertumbuhan tanaman.
struktur tanah yang mendorong pertumbuhan perakaran, pertukaran unsur berbentuk gas,ketersediaan dan kapasitas penyimpanan air
temperatur tanah yang mendorong kehidupan didalam tanah dan pertumbuhan tanaman.
Tidak ada unsur yang bersifat meracun
Komponen tanah yang esensiil
Tanah selain terdiri atas komponen padat, cair dan gas, terdapat gatra lain yang amat penting adalah kehidupan dalam tanah. Kehidupan ini terdiri atas flora dan fauna tanah. Organisme ini mempunyai peranan penting dalam proses yang terjadi didalam tanah, demikian juga terjadinya interaksi tanah-tanaman seperti : pembentukan tanah, pembentukan struktur, mineralisasi hara tanaman, pembentukan humus, fiksasi nitrogen, kelarutan fosfat dan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman.
Humus merupakan hasil dekomposisi bahan organik tanah oleh mikroorganisme tanah, dan kandungan humus selalu diidentifikasi sebagai tingkat kesuburan tanah. Humus mempunyai peranan penting terhadap sifat fisika (perbaikan struktur) dan kimia tanah (penyediaan unsur hara, penyangga ketersediaan hara, mengurangi fiksasi fosfat, mengurangi terjadinya pelindian unsur hara mikro, mengikat Al yang meracuni tanaman. Di wilayah tropika humus penting pada tanah-tanah yang mempunyai kapasitas menyangga hara rendah. Pelindian hara terjadi cukup rendah pada tanah-tanah yang mempunyai kandungan humus tinggi daripada tanah dengan kandungan humus rendah (Lal dan Stewart, 1990).
Mengelola bahan organik
Bahan organik berfungsi ganda, selain sebagai gudang penyimpanan hara, juga menyediakan haramelalui pelepasan secara perlahan pada larutan tanah sehingga tersedia bagi tanaman. Bahan organik didalam dan diatas tanah berfungsi sebagai pengatur kelembaban dan temperatur tanah. Seringkali bahan organik digunakan secara kombinasi dengan teknik yang lain, misalkan : penggunaan pupuk anorganik, pengolahan tanah, memanen air, peneduh, dan guludan. Pengelolaan bahan organik bervariasi tergantung pada kondisi dan jenis tanaman. Pengelolaan yang kurang sepadan akan menyebabkan penggunaan hara yang tidak efisien, kehilangan hara dan pengasaman tanah.
Ada 5(lima) cara dalam menangani bahan organik: digunakan langsung, baik dipermukaan sebagai mulsa atau dicampurkan ke dalam tanah; dibakar (menyebabkan mineralisasi unsur hara); dikomposkan; sebagai makan ternak; atau difermentasi melalui proses biogas. Ketersediaan bahan organik tanah merupakan titik kritis kesuburan tanah. Apabila hara tanah digantikan denganpupuk anorganik/kimia dan petani melupakan bahan organik, maka kandungan bahan organik tanh menjadi rendah demikian juga ketersediaan hara, dan tanah mudah mengalami kekeringan dan penyakit tanaman. Dengan kata lain produktivitas dan stabilitas usaha tani menurun.
Pengolahan tanah
Kondisi tanah dapat diperbaiki melalui pengolahan yang berpengaruh pada struktur, kapasitas menahan air, penghawaan. Kapasitas infiltrasi, temperatur dan evaporasi. Lapisan tanah yang telah diolah mudah mengalami kekeringan, tetapi lengas dibawah permukaan tetap dipertahankan. Pengolahan tanah banyak membantu perbaikan kondisi tanah untuk pertumbuhan biji, memberantas gulma dan pengganggu tanaman yang lain atau menanggulangi erosi. Tetapi pengolahan tanah berpengaruh negatip terhadap kehidupan tanah, dan meningkatkan mineralisasi bahan organik. Apabila tidak dilakukan dengan baik akan mengakibatkan terjadinya peningkatan erosi.
Pengelolaan Kesehatan Tanah
Tanah yang sehat merupakan kondisi yang diharapkan tanaman yang sehat. Kesehatan tanaman dipengaruhi secara langsung penyerapan senyawa organik tertentu yang dihasilkan apabila mikroorganisme tanah mendekomposisi bahan organik.
Kesehatan tanaman secara tidak langsung terpengaruh apabila salah satu mikroorganisme menekan perkembangan mikroorganisme yang lain sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman tumbuh, maka ketidakseimbangan kondisi ekologi karena keanekaragaman alamiah dari ekosistem menurun. Prinsip ekologi dasar adalah mencoba untuk memperbaiki keseimbangan alamiah yang ada. Pada umumnya penyakit tanaman yang berasal dari tanah akan menurun apabila ditambahkan bahan organik, karena pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit dihambat oleh mikroorganisme lain atau karena terjadi peningkatan jumlah antagonisme. Makin banyak jumlah dan variasi mikroorganisme, tanah makin baik penanggulangan patogen secara biologi.
Keseimbangan pemupukan merupakan dasar kesehatan tanaman. Terlalu banyak atau terlalu sedikit hara tanaman akan membuat tanaman mudah terserang penyakit atau hama. Terlalu banyak pemupukan nitrogen, pertumbuhan vegetatip tanaman berlebihan, tetapi tanaman peka terhadap penyakit. Bahaya ini berkurang apabila pemupukan organik secara perlahan melepas hara.
Optimalisasi ketersediaan hara dan keseimbangan daur hara
Kondisi yang paling penting untuk pertumbuhan dan kesehatan tanaman dan secara tidak langsung kesehatan ternak oleh akar tanaman. Kekahatan dan ketidakseimbangan merupakan kendala utama produksi pertanian, terutama diwilayah dengan kondisi tanah masam atau alkalin. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa ketersediaan hara tanaman tergantung pada kondisi tanah, kehidupan tanah dan pengelolaan bahan organik. Akan tetapi perhatian juga perlu diberikan terhadap unsur hara yang diperlukan tanaman.
Pada prinsipnya aliran hara terjadi secara konstan. Beberapa unsur hara hilang atau terangkut bersama hasil panen, erosi, pelindian dan volatilisasi. Unsur hara ini harus digantikan. Apabila sistem usaha tani dipertahankan tetap produktip dan sehat, maka jumlah hara yang hilang dari tanah tidak melebihi hara yang ditambahkan kedalam tanah, atau dengan kata lain harus terjadi keseimbangan hara didalam tanah.
Membatasi kehilangan hara
Kehilangan hara dari dalam tanah dapat dibatasi melalui :
mendaur ulang limbah organik dalam bentuk : pupuk kandang, pupuk asti (asal tinja), limbah pertanaman, limbah pengolahan hasil pertanian, limbah rumah tangga, dengan cara mengembalikan dilahan pertanian secara langsung atau lebih melalui perlakuan (pengomposan, fermentasi dll).
Menangani pup[uk organik dan buatan sedemikian rupa sehingga unsur hara tidak banyak yang hilang karena hujan yang berlebihan atau volatisasi karena temperatur dan radiasi matahari yang tinggi
Mengurangi terjadinya aliran permukaan (run off) dan erosi, yang mampu menghilangkan hara tanaman dalam jumlah yang cukup besar
Mengurangi pembakaran vegetasi apabila sistem usaha tani dilakukan secara intensip, karena melalui pembakaran akan menghilangkan kandungan bahan organik tanah dalam jumlah banyak.
Mengurangi volatisasi nitrogen melalui proses denitrifikasi di lahan sawah
Menghindarkan terjadinya pelindian dengan menggunakan bahan organik dan pupuk buatan yang mampu melepaskan hara secara perlahan, mempertahankan kandungan humus tetap tinggi; pertanaman campuran/ganda dengan komposisi tanaman yang mempunyai kedalam sistem perakaran yang berbeda
Membatasi kehilangan hara tanaman hasil panen dengan cara menanam yang mempunyai nilai ekonomi tinggi nisbi terhadap kandungan hara, misalkan buah-buahan, leguminosa, rumpuit dan susu.
Produksi swasembada, sehingga beberapa jenis produksi dapat diekspor., dan limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak atau pupuk organik.
Menangkap dan mengelola unsur hara
Beberapa macam unsur hara dapat ditangkap dan dikelola melalui :
• Fiksasi nitrogen oleh mikroorganisme tanah yang hidup secara simbiosis dengan tanaman legum pohon, semak atau tanaman penutup tanah, atau dengan Azolla atau beberapa jenis rumput; atau bakteri bebas seperti Azotobacter atau ganggang biru.
• Memanen hara dengan cara menangkap bahan sedimen yang berasal dari luar usaha tani; dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman atau konstruksi yang dirancang khusus untuk memanen air seperti : kolam, waduk lapangan, dan embung
• Menggunakan ternak yang banyak mengandung hara (melalui pupuk kandang) dan berasal dari luar usaha tani. Proses yang sama dapat dilakukan apabila pemulsaan dan makanan ternak dilaksanakan.
Apabila kekahatan/kekurangan unsur hara dalam satu sistem usaha tani, maka dapat dilakukan penanganan sementara, melalui :
meningkatkan konsentrasi hara ditanah pertanian, melalui penempatan pupuk kandang dengan cara dibenamkan, kompos, mulsa, atau pupuk hijau, atau memanen air dan hara.
menanam tanaman hijau untuk membuat hara tanaman lebih mudah tersedia. Hara yang berasal dari lapisan bawahan atau dalam bentuk yang tidak terlarut (fosfat, hara mikro) dapat melalui proses sirkulasi. Mikorisa dan jenis mikroorganisme dapat memobilisasi hara sehingga tersedia bagi tanaman. Cadangan hara didalam tanah setiap waktu harus diganti dengan hara yang berasal dari luar usaha tani untuk menghindarkan terjadinya penambangan tanah.
Hara tambahan
Apabila penggantian hara tidak dapat langsung diperoleh di lapangan, maka harus dapat diperoleh dari luar, termasuk :
Bahan organik dari bermacam-macam tempat, pupuk organik berasal dari bermacam-macam tempat, limbah pengolahan hasil, pupuk asti, limbah rumah tangga, limbah perkotaan , membeli makanan ternak atau konsentrat, atau jenis makan kita
pupuk mineral seperti; kapur, batuan fosfat, bio super (campuran batu dan mokroorganisme yang membantu pelepasan hara) dan pupuk organik.
Mengelola aliran radiasi matahari, air dan udara
Masing-masing tanaman, petani dapat menyusun komposisi tanaman (pertanaman campuran, tumpangsari, tanaman pelindung) berdasarkan karakteristik tajuk (canopy), sehingga satu jenis tanaman menghasilkan kondisi yang menguntungkan terhadap tanaman yang lain. Hal ini dapat juga dilakukan dengan pemulsaan atau dengan memberikan air irigasi. Kondisi iklim mikro untuk tanaman dan hewan dapat diperbaiki, dan memanfaatkan secara maksimal ketersediaan radiasi matahari secara maksimal. Pengelolaan iklim mikro juga berpengaruh pada perkembangan hama dan gulma.
Pengelolaan air
Perbedaan ketersediaan lengas tanah dan kelembaban merupakan alasan penting terjadinya perbedaan type vegetasi alamiah dan sistem pertanian yang berkembang demikian juga biomassa yang dihasilkan. Petani dapat memperbaiki ketersediaan lengas dan udara tanah dengan cara memperbaiki struktur tanah dan daya simpan lengas (pengelolaan bahan organik dan pengolahan tanah), meningkatkan kapasitas infiltrasi dan menurunkan evaporasi (mulsa, pengolahan tanah), meningkatkan infiltrasi (konservasi air/memanen air) atau memperbaiki pengatusan.
Diwilayah yang relatip kering, pengairan mengurangi resiko kegagalan pertananam karena kekeringan dan produksi biomassa dapat ditingkatkan dengan cara memperbaiki kondisi pertumbuhan. Sistem irigasi berskala kecil telah dikembangkan oleh petani tradisional dengan memanfaatkan masukan/input dari luar usaha tani dengan cara mengelola bahan organik, pengolahan tanah, dan manipulasi iklim mikro sebagai komplemen terhadap curah hujan yang terbatas, memanen air dan meningkatkan efisiensi pemnfaatan air.
Penanggulangan erosi
Cukup banyak teknik konservasi yang telah dikembangkan baikm secara mekanik maupun vegetatip. Akan tetapi penanggulangan masalah erosi lebih banyak menekankan pada masalah teknis, tetapi permasalahannya sendiri tidak pernah terpecahkan dengan baik, karena kalau kita lihat lebih jauh bahwa permasalahan erosi lebih banyak berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi.
Beberapa usaha melalui sistem pertanian terpadu dilaksanakan di beberapa tempat yang dinilai kritis. Penanggulangan erosi bukan merupakan tujuan tetapi sebagai bagian dari usaha yang bersifat holistik untuk memperbaiki produktivitas lahan dan konservasi sumberdaya alam, dan petani diberi kesempatan berpartisipasi dalam menyusun perencanaan pada tingkat lokal, pengembangan teknologi dan pengelolaan sumberdaya alam.
Teknologi konservasi yang dikembangkan untuk menanggulangi masalah erosi diwilayah tropika memerlukan modal yang tinggi, mekanisasi dan kondisi pertanian komersial. Alih teknologi ini kurang dapat berkembang dengan kondisi diwilayah tropika. Usaha konservasi harus ditekankan pada teknik biologi dan cukup membuat perbaikan sederhana pada teknik tradisional yang telah berkembang dan beradaptasi pada kondisi lingkungan setempat.
Menekan kehilangan hasil akibat serangan hama penyakit
Sistem pertanian modern yang berkembang saat ini, mekanisme alamiah yang menekan populasi hama atau organisme lain melalui musuh alami dirusak atau sebagian digantikan oleh mekanisme buatan dengan menggunakan bahan kimia atau obat-obatan (racun). Pada kondisi yang tidak alamiah lagi, apabila tidak digunakan bahan kimia, maka akan kehilangan hasil panen yang cukup besar. Penggunaan bahan kimia yang berlebihan akan merusak keseimbangan alamiah disamping menyebabkan masalah pada kesehatan, polusi. Pada saat ini telah dikembangkan dan diterapkan suatu konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang bertujuan menurunkan penggunaan pestisida atau menggunakan pestisida secara bijaksana.
Melalui PHT, lingkungan pertanian dan dinamika populasi hama diatur, semua teknik dan metoda yang sesuai (biologi, genetika, mekanis dan kimia) digunakan sedemikian rupa sehingga populasi hama dapat ditekan dibawah ambang batas yang dapat menimbulkan kerusakan secara ekonomi. Melalui PHT biaya perlindungan tanaman, penggunaan pestisida dilakukan secara lebih efisien dan pengaruh negatip terhadap lingkungan dapat ditekan. Secara tradisional sebetulnya petani kita sudah mempunyai resep/pengalaman untuk menekan pengaruh negatip dari gulma, tikus, burung dan serangga. Tetapi mungkin tidak pernah tahu tentang penyakit tanaman yang diakibatkan oleh mikroorganisme, tetapi cara-cara praktis yang telah dilaksanakan petani ternyata mampu menekan populasi hama dan penyakit. Contoh cara bertanam tradisional yang mampu menekan polulasi hama adalah perladangan berpindah, pertanaman campuran dan tumpangsari, penggiliran tanaman, sanitasi dengan cara memberantas seluruh tanaman yang terserang dengan menggunakan varietas yang tahan hama. Semua cara ini bersifat preventip dan tidak memberantas sama sekali hama yang ada tetapi hanya menekan populasi dan mempertimbangkan keseimbangan hayati.
Ada beberapa kategori perlindungan tanaman terhadap hama penyakit :
Usaha sanitasi, contoh : menggunakan tanaman yang sehat, benih yang bebas hama dan penyakit, menghilangkan temapt yang terserang.
Pertanaman ganda : pertanaman campuran, penggiliran tanaman, tanaman perangkap, tanaman pelindung, tanaman inang.
Cara bercocok tanam : pemupukan, pemulsaan, pengolahan tanah, penggenangan, penanaman, jarak tanam
Pemberantasan secara mekanis: mencabut dan mengangkat secara mekanis, mengolah menggunakan cangkul, mengolah tanah, perangkap mekanis, membakar, menimbulkan bunyi-bunyian
Pemberantasan secara biologi: mengembangkan dan mempertahankan predator alamiah : burung, serangga, mikrobia dan gulma
Menggunakan tanaman inang yang tahan
Penggunaan bahan kimia alamiah yang berasal dari tumbuhan maupun buatan
Pengaturan cara penyimpanan hasil panen yang baik.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati yang saling mendukung dan bersifat sinergisme
Pertanaman maupun peternakan campuran bukan hanya sekedar mengumpulkan sumber genetika secara acak. Setiap spesies harus sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik dan sosial ekonomi petani dan harus menunjukkan kondisi produktip, reproduktif protektif atau fungsi sosial, atau kombinasi dari masing-masing kondisi tersebut.
Sumber genetika yang dikembangkan harus berfungsi sebagai komplementer dan dapat dikombinasikan satu dengan lainnya sehingga menghasilkan sesuatu yang bersifat sinergisme, bukan terjadi antagonisme. Dalam banyak hal, pemilihan yang tepat jenis tanaman dan ternak menghasilkan sistem usaha tani dengan diversifikasi sumber genetika yang tinggi.
Kesesuaian lahan, permintaan pasar, ketersediaan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, pengetahuan sumber genetik) dan masukan (pupuk, pestisida, obat-obatan, air) sangat diperlukan petani untuk lebih berkonsentrasi pada tanaman dan ternak tertentu. Menciptakan kesempatan pemasaran untuk salah satu hasil dari sekian banyak jenis tanaman dan ternak memberikan petani kesempatan meraih keuntungan dari sistem pertanaman campuran yang dikembangkan.
Memanfaatkan interaksi antar tanaman
Tanaman berinteraksi satu dengan yang lain berdasarkan ruang dan waktu (horisontal dan vertikal). Selama proses pertumbuhan tanaman memerlukan energi, air dan hara dari lingkungan, tetapi yang diperlukan tergantung pada tahapan pertumbuhan. Selama pertumbuhan, faktor iklim berubah menurut musim, dan tanaman itu sendiri mempengaruhi kondisi iklim mikro (kelembaban, temperatur tanah dan udara, naungan) dan makin besar tanaman maka jumlah air dan hara yang diperlukan makin meningkat. Dalam sistem pertanaman campuran yang memegang peranan penting adalah pemilihan jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan optimal berdasarkan ruang dan waktu.
Teknik yang berhubungan dengan dimensi keruangan dapat digunakan dalam memilih tanaman berdasarkan perbedaan kerapatan tanaman, pola pertanaman dan pengaturan ruang. Teknik yang berhubungan dengan waktu tanan, rotasi/pergiliran tanaman dan pemupukan.
Setiap waktu perlu dilakukan perubahan kombinasi jenis tanaman untuk lebih meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya seperti hara tanaman, air dan tenaga kerja, mempertahankan kesuburan tanah atau menurunkan populasi hama dan penyakit. Teknik yang dapat dikembangkan adalah tumpang gilir, tumpangsari, pertanaman ganda dll.
Memelihara diversifikasi dan fleksibilitas
Sistem pertanian yang berkelanjutan tergantung fleksibilitas karena pengaruh kondisi lingkungan. Makin besar ketersediaan sumber genetika, makin fleksibel sistem yang dikembangkan. Petani dapat memilih diversifikasi yang akan dilaksanakan dengan menggunakan campuranjenis, campuran varietas dari jenis yang sama, atau varietas yang mempunyai komposisi genetik yang berbeda.
Pertanaman campuran
Apabila dua atau lebih tanaman ditanam pada petak yang sama, baik pada waktu bersamaan atau bergilir segera setelah salah satu tanaman dipanen disebut “pertanaman ganda”. Tanaman yang digunakan baik tanaman tahunan maupun tanaman semusim, tetapi para pakar pertanian telah mengembangkan sistem pertanaman ganda yang memanfaatkan kobinasi tanaman keras/tahunan (pokok, semak, rerumputan) dengan tanaman semusim. Kombinasi tanaman pohon dikenal sebagai hutan tani/wanatani (agroforestry), agrosilvopasture dll.
Pertanian dan peternakan secara terpadu
Ternak mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan petani kecil. Hasil yang dapat dimanfaatkan adalah daging, susu, telur dll. Disamping itu mempunyai peranan penting dalam hubungannya dengan budaya setempat.
Pertanian dan perikanan secara terpadu
Diwilayah bawahan yang cukup air, usaha pertanian dapat dikembangkan bersama-sama dengan usaha perikanan. Cukup banyak sistem tradisional yang telah berkembang terutama di Jawa Barat yang memadukan antara pertanian dan perikanan. Mina padi merupakan usaha perikanan di sawah.
Kolam ikan di pekarangan dapat dikembangkan dengan memanfaatkan daur pendek rumah tangga dan kolam. Demikian juga daur pendek ini dapat dikembangkan dengan memanfaatkan sampah pekarangan untuk makanan ikan dan pertanaman pekarangan dapat disirami dengan air yang berasal dari kolam. Pada waktu-waktu tertentu lumpur kolam dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah di sekitar pekarangan.
Mengembangkan tanaman dan ternak jenis lokal
Untuk mengembangkan keanekaragaman hayati maka jenis-jenis lokal baik tanaman maupun ternak perlu diinventarisasi. Sebetulnya cukup banyak
jenis-jenis lokal yang unggul karena sudah memiliki seleksi alam sehingga mempunyai daya adaptasi yang tinggi dengan lingkungan.
Jenis buah-buahan yang bernilai ekonomi tinggi perlu dikembangkan untuk menanggulangi buah-buahan impor. Pengembangan buah-buahan lokal akan banyak menguntungkan petani, demikian juga dengan pengembangan ekspor. Tanaman langka khas Indonesia perlu diinventarisasi dan plasma nuftah dikembangkan supaya kita tidak kehilangan identitas. Demikian juga varietas tanaman semusim seperti padi, jagung, kacang tanah yang tersebar di seluruh Indonesia perlu dikembangkan kembali. Jenis-jenis lokal tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi seperti halnya varietas unggul, sehingga hal ini sesuai dengan usaha tani kecil
(*Disarikan dari artikel Buletin Tani Lestari No 6 Tahun III Desember 1995 hal 6 s/d 25 yang berjudul Pengembangan Pertanian Berwawasan Lingkungan Dalam Menyongsong Pertanian Masa Depan, oleh DR. Ir. Rachman Sutanta Msc, dengan sedikit perubahan)
Memperkuat organisasi petani
Dari sejak penjajahan sampai saat ini, petani masih cenderung berjalan sendiri-sendiri dan belum membangun jejaring yang dapat memperjuangkan kepentingan petani di kancah nasional. Dulu memang pernah ada Ikatan Petani Panca Sila, dan juga waktu partai komunis masih ada, mereka juga memanfaatkan potensi kekuatan petani untuk kepentingan politik mereka dengan membentuk BTI (Barisan Tani Indonesai). Di jaman Orde Baru sampai saat ini ada wadah HKTI namun cenderung merupakan organisasi bentukan dari atas yang tidak mengakar yang terindikasi dari ketuanya yang bukan berasal dari kalangan petani.
Ada beberapa serikat tani yang independen namun masih bersifat lokal dan tersebar, dan belum merupakan jaringan yang terorganisir secara tersistem dan berkelanjutan.
Dibutuhkan upaya yang terus menerus dan sabar untuk membangun dan memperkuat organisasi petani yang benar-benar dari bawah dan murni untuk kepentingan petani dan tidak ditunggangi kepentingan politik partai.
Pengorganisasian petani melalui wadah organisasi petani harus benar-benar didasari oleh kesadaran kritis para petani yang tergabung didalamnya bahwa untuk memperjuangkan hak-hak petani perlu ada wadah dan jejaring yang ditujukan untuk kepentingan mereka sendiri, seperti halnya buruh mengorganisir diri mereka. Untuk itulah pendidikan penyadaran kritis untuk para petani harus terus menerus ditumbuhkan sehingga bangsa kita memiliki petani yang selain cerdas, kerja keras juga kritis terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan mereka.
Mendorong akses ke pasar dan meningkatkan wawasan bisnis petani
Berbagai hal telah dilakukan dalam rangka mengentaskan kemiskinan di kalangan Pemerintah, Akademisi, Pengusaha, penggiat NGO dll, termasuk salah satunya adalah bagaimana mendorong petani mampu mengakses pasar.
Kita telah mengetahui, sejak kecil paradigma petani kita kebanyakan dibentuk dalam pola subsisten dimana kebanyakan menganggap bertani adalah panggilan hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, baru kemudian sisanya dijual; atau bisa pula karena keterpaksaan akibat tiada pilihan profesi lainnya. Petani kebanyakan melakukan budidaya berdasar pada ‘kebiasan turun temurun’ yang diwarisi dari orangtuanya baik dalam hal pilihan jenis komoditi yang ditanam, pilihan teknologi dll. Kebanyakan petani menjalankan usaha tani hanya berdasar naluri alamiah , dan kebanyakan masih belum berperilaku sebagai seorang wirausaha/enterpreneur.
Boleh dicoba dalam pertemuan petani, jika ditanya apakah ada yang berprofesi sebagai pengusaha, pasti jawabnya hampir sebagian besar mengatakan disini tidak ada pengusaha. Tidak mudah mengajak petani merubah paradigma dari pola’tanam dulu, baru kemudian jual’ ke arah ‘apa saja yang dibutuhkan pasar, baru tanam sesuai permintaan pasar’ atau dengan kata lain menjadi petani pengusaha yang berorientasi pasar.
Petani harus meningkatkan kapasitas dalam hal :
Kecerdasan (SMART)
Sudah berulangkali disampaikan dalam berbagai seminar motivasi maupun leadership bahwa salah satu syarat untuk sukses, selain bekerja KERAS, juga harus bekerja SMART.
Bekerja SMART berarti harus berani ‘beda’ dengan yang dilakukan sebelumnya, harus berani ‘beda’ dengan yang lainnya, atau dalam bahasa lainnya punya ‘nilai tambah’, ‘nilai lebih dalam persaingan’, unik dll.
Ketrampilan (SKILL)
Sampai saat ini sebagian besar program pengembangan pertanian masih berkutat di seputaran hulu (produksi) yang terbukti dengan banyaknya layanan fasilitasi terkait hal-hal teknis produksi seperti konservasi lahan, cara/teknis budidaya, pemupukan dll.
Belum banyak program pengembangan pertanian yang mengkaitkan hulu-hilir (pasar).
Dalam peradaban yang berubah begitu cepat, mau tak mau memaksa petani untuk harus secara cepat pula dalam merespon perubahan yang terjadi. Kecepatan dalam mengakses informasi menjadi hal yang sangat strategis dalam menyikapi perubahan yang cepat.
Kesemangatan (SPIRIT)
Spirit atau jiwa wirausaha/entrepreurship sebagian petani kita masih perlu ditingkatkan, karena memang pada awalnya sebagian besar belum dikenalkan dengan konsep wirausaha. Petani belum dibiasakan ‘bergaul ‘ dengan pola pikir dan cara bertindak para pembisnis yang sukses seperti pengusaha Bob Sadino, yang mampu mengkaitkan hulu-hilir dalam memasarkan hasil komoditinya dengan mendirikan Kemp chick, atau para pekebun swasta pemasok swalayan dan ekspor dll . Sebagian petani kita masih melihat usaha tani sekedar meneruskan usaha orang tuanya atau hanya sekedar menyambung hidup selagi tidak ada pilihan lain untuk memperoleh pendapatan.
Spirit ‘hidup hemat dengan jalan menabung atau berinvestasi ’ untuk meningkatkan aset/kekayaan keluarga petani yang dikelola , baik dalam bentuk Kopdit, UBSP dll, yang kemudian dimanfaatkan untuk diinvestasikan lagi misal dalam bentuk membeli lahan, benih, bibit ataupun dalam bentuk membeli ternak
Spirit solidaritas hidup dalam kebersamaan dalam berbagai bentuk seperti dalam wadah Asosiasi Petani yang mampu merubah ataupun mengurangi ketergantungan para petani pada pihak luar, baik berupa kebijakan yang tidak memihak petani seperti akses yang sulit terhadap pinjaman modal usaha, ketersediaan informasi harga, informasi teknologi dll, sehingga lebih mudah bagi para petani untuk menuju kemandirian.
Kita tahu kekuatan dari sebuah solidaritas seperti yang ditunjukkan solidaritas buruh di Polandia yang akhirnya mampu menjungkirbalikkan penguasa yang menindas, kita juga tahu bahwasannya solidaritas mampu merubah wajah dunia sehingga mampu menghapuskan tindakan yang tidak adil seperti perbudakan, diskriminasi warna kulit dll.
Kita harus bisa membuktikan bahwa solidaritas para petani kalau sungguh-sungguh lahir dari lubuk hati para petani akan menjadi kekuatan yang luar bisa dalam merubah berbagai kebijakan yang tidak menguntungkan petani termasuk didalamnya harga yang tidak layak
Semoga melalui berbagai upaya berbagai para pihak, pembangunan pertanian yang berwajah kerakyatan tidak hanya menjadi utopia semata, namun secara bertahap dan pasti dapat terwujud demi terwujudnya petani yang berdaulat dan sejahtera.
YBT Suryo kusumo
Tony.suryokusumo@gmail.com
Indonesia RAYA (Beras Kaya) atau Indonesia RASKIN (Beras Miskin) ?
17 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar